Senin, 17 Oktober 2022

Cerpen 2022

 Cerpen 2022 part 3



HEARTBEAT

Lorong rumah sakit pagi ini lumayan terlihat sepi, setelah pergulatan dengan virus selama 2 tahun terakhir ini, keadaan rumah sakit saat ini tergolong lebih lenggang dibanding 2 tahun lalu. 

'Dokter Gavin, pasien R23 sedang dalam keadaan kritis...' kata seorang wanita dengan menggenakan seragam suster pada umumnya

'Iya saya kesana...' jawab Gavin sambil bergegas menuju kamar 23 

Gavin Andreas, seorang dokter muda, usia 30 tahun dan ini tahun terakhir dia menjadi koas dan dia akan melanjutkan sekolah untuk spesialisnya. Gavin terkenal dengan keramahannya, dan yang pasti ketampanannya juga. Di negara ini memang good looking mempunyai previlage yang luar biasa, dan mereka juga akan mendapatkan perhatian khusus karena good lookingnya. Begitu pula dengan Gavin, dia memiliki senyum yang ramah, dan juga orangnya sangat ramah dengan siapapun. Banyak suster dan para dokter muda lainnya yang menaruh hati pada Gavin, namun selama 3 tahun Gavin bekerja di rumah sakit itu, dia tidak ada sekalipun terlibat cinta lokasi dengan siapapun disana. Gavin lebih suka menghabiskan waktu untuk bekerja dan juga untuk hari libur Gavin lebih memilih istirahat atau hanya sekedar main futsal untuk kesehatannya. Gavin terlihat tidak begitu tertarik dalam komitmen dengan lawan jenisnya, dia juga bukan tipe gay juga, dia hanya ingin menikmati masa single nya.

'Vin...weekend ke Redhouse yuk...' ajak Bram teman dokternya

'No...I don't have many time....' jawab Gavin sambil terus membolak-balik recam medis pasiennya

'Mau kemana siii...kok no time to party...?' tanya Bram yang masih memaksa temannya yang ansos (anti sosial) itu untuk ke club Redhouse

'Semedi...cari wangsit....biar cepet lulus gelar doktornya aku...hahahaha...' jawab Gavin sambil berlalu meninggalkan Bram yang terbelak matanya mendengar jawaban darinya.

Gavin memang tidak begitu tertarik dengan gemerlap dunia malam, dia lebih suka menghabiskan waktu dengan buku-bukunya, terkadang dia juga menghabiskan waktu untuk membuat sebuah lukisan. Hari itu Gavin tidak ada jadwal untuk jaga di rumah sakit, dia pulang ke apartemen nya malam itu. Jam 11 malam, Gavin sampai di apartemen nya, dia langsung menghangatkan makanan dan duduk di meja makan sambil melihat rekam medis pasien nya dari laptopnya. Rutinitas yang sama di setiap harinya, dan Gvin seolah sudah terbiasa dengan keadaan itu, dia juga terlihat menikmati kehidupan monotonnya itu.

Gavin membuka laci P3K nya, dan dia mendapati ada beberapa obat yang habis, karena dia masih belum tidur, dia memutuskan untuk pergi ke apotek 24 jam unttuk membeli beberapa obat yang habis di dalam kotak P3K nya, sembari dia menghirup udara di malam itu untuk menghilangkan rasa penatnya. Gavin sampai di apotek dengan berjalan kaki dari apartemen nya, dia juga tak lupa membeli kopi dari gerai kopi yang buka 24 jaam disana. Sesampainya di apotek, Gavin disambut oleh pemilik apotek yang kebetulan juga ayah dari teman Gavin yang sesama dokter di rumah sakit. Gavin memang sudah langganan di apotek itu sejak 3 tahun yang lalu, tepat saat dia pindah ke apartemen itu.

'Malam om.... ' sapa Gavin sambil duduk di depan meja konsultasi, tepat didepan pak Hendra, pemilik apotek sekaligus apoteker disana.

'Eh...ada dokter idol nih.....' kata pak Hendra disertai tertawa kecil

'Ih...apaan si om...' jawab Gavin malu

Dokter Idol adalah julukan untuk Gavin di rumah sakit tempat dia bekerja, mungkin karena wajah Gavin mirip dengan oppa-oppa korea yang sering muncul di drama, jadi kebanyakan orang memanggil Gavin dengan sebutan dokter Idol. Gavin sempat bercengkrama dengan pak Hendra lama, lalu kemudian pak Hendra meminta Gavin untuk menjagakan apoteknya sebentar karena dia mau ketoilet, ini di karenakan pegawainya juga masih di toilet belum kembali ke apotek. Untuk lokasi toilet memang terletak terpisah dari ruko apoteknya, namun tidak berjarak jauh dari sana, jadi Gavin mempersilahkan pak Hendra untuk ke sana dan Dia beralih ke meja konsultasi menggantikan pak Hendra.

Jam menunjukan pukul 01.25 WIB, jalanan masih tergolong rame malam itu, dan ada pula beberapa pelanggan yang berdatangan ke apotek untuk sekedar membeli obat atau minuman penyegar disana. Gavin melayani mereka semua dengan ramah, dan dia juga terlihat menikmati perannya saat ini. Tidak lama kemudian datang seorang wanita, dengan mini dress berwarna coklat tua, dibalut syal yang berwarna putih tulang yang menutupi area wajah bagian bawahnya. Rambutnya tertata rapi sebahu, badannya yang lansing serta penampilannya yang terlihat seperti habis dari sebuah pesta lengkap dengan heels dengan warna senada bajunya.

'Maaf...ada hemmmm itu....' kata wanita itu terlihat kebingungan.

'E...apa ya mbak...?' tanya Gavin yang tak kalah bingungnya juga

Wanita itu terlihat berhati-hati dalam berbicara, dia sesekali melihat kearah sekitar, dan mencoba menutupi wajahnya. Kondisi apotek yang sepi itu membuat dia memberanikan diri membuka sedikit penutup yang menutupi wajahnya.

'E...ada obat sakit perut gak mas...?' tanya wanita itu

'Sakit perut apa mbk...? diare kah?' tanya Gavin balik sembari melihat wajah wanita yang ada di depannya itu

Wanita itu kembali menoleh, seolah dia takut tertangkap oleh seseorang, dan Gavin memahami gestur yang sperti itu, tandanya wanita itu tidak dalam keadaan aman, karena dia terlihat ketakutan dan selalu melihat arah sekitarnya. Gavin keluar dari meja konsultasi dan berjalan mendekat ke arah wanita itu, lalu menyuruhnya duduk di bangku apotek yang di tutupi beberrapa rak, yang tidak memungkinkan wanita itu terlihat dari luar apotek. Disana Gavin memandang wanita berambut coklat gelap itu, dia bermata coklat, dan juga memiliki struktur bibir yang sexy, hidungnya yang mancung manambah kecantikannya. Gavin berusaha menenagkan wanita itu dan kembali menanyakan dia butuh obat apa.

'Kamu mau saya ambilkan obat dengan merk apa...?' tanya Gavin lagi, dan sekarang Gavin melihat wanita tadi terus memegang perut bagian bawahnya.

'E...aku gak tau merknya, pokoknya pereda rasa sakit dan nyeri...apa aja gak apa-apa...uhh..' jawab wanita tadi sambil terus meringis kesakitan dan memegang perutnya.

'Kamu lagi mestruasi kah..?' tabak Gavin

Wanita itu terbelak matanya, dan memandang mata Gavin dengan raut muka menahan rasa malunya, karena penjaga apotek seorang lelaki, jadi dia merasa malu membicarakan hal tersebut. Wanita dengan kulit kuning langsat itu mengangguk pelan, dan gavin tersenyum melihatnya. Gavin berjalan mendekati rak obat dan mengambil obat pereda nyeri haid, serta dia membawakan air hangat dari dispenser untuk wanita itu. Dengan arahan Gavin, dia meneguk obat itu, dan tersenyum kearah Gavin yang juga ikut tersenyum melihat wanita itu sudah meminum obatnya. 

'Berapa mas...?' tanya nya sambil beranjak dari tempat duduknya

'28 ribu rupiah, eh...' cegah Gavin 'Udah kamu duduk aja dulu, nunggu enakan perutnya baru jalan lagi...' lanjut Gavin sambil memegang lengan wanita itu dengan lembut dan membuatnya kembali duduk

'Makasih ya mas...' jawabnya dengan senyuman 'Ini uangnya, katanya sambil menyodorkan satu lembar 50 ribu kepada Gavin.

'Sebentar ya mbak...' jawab Gavin sambil kembali berjalan ke mesin kasir dan memberikan kembalian untuk wanita itu

Saat Gavin sampai di depan wanitua itu dia membawa hot pack untuk kompres perut wanita itu.

'Ini...dipakai aja mbak gak apa-apa...' kata Gavin sambil memberikan hot pack kepada wanita itu

'Ini....' tanyanya heran

'Ini untuk kompres supaya perut mbak tidak kram...' jawab Gavin lalu duduk di samping wanita itu.

Wanita itu memandang heran ke Gavin yang terlihat biasa saja saat bertemu dengannya, Gavin juga terlihat sangat cekatan dalam menanganinya, dia berbeda dengan pelayan apotek pada umumnya.

'E...sorry...kamu gak tau aku kah...?' tanyanya dengan heran

Sekarang giliran wajah Gavin yang terlihat bingung dengan pertanyaan dari wanita yang sedari tadi diam-diam di kaguminya. Gavin hanya menggelengkan kepalanya, tanda dia tidak mengenali wanita itu, dan ini adalah kali pertama dia bertemu dengannya.

'Seriously...??' tagasnya lagi

'Iya...apa kita pernah bertemu sebelumnya...?' tanya Gavin balik 'Kamu pasien aku kah..? atau keluarga kamu ada yang menjadi pasienku...?' tanya Gavin lagi

'Wait...kamu seorang dokter...?' tanyanya balik

'Iya aku dokter di rumah sakit itu...' jawab Gavin sambil menunjuk brosur di apotek yang ada nama rumah sakit tempat dia bekerja.

Wanita itu tertawa, seolah rasa sakit di perutnya yang tadi menghilang begitu saja.

'Kamu tidak pernah nonton TV...?' tanyanya lagi

Gavin menggelengkan kepalanya, dan dia lalu mengerutkan dahinya, pertanda dia semakin bingung dengan wanita ini. Gavin berfikir kalau mungkin wanita ini mabuk, dan ngomongnya mulai mengelantur kemana-mana.

'Kenalin, namaku Luna...Luna Laviana...' kata Luna sambil mengajukan tangannya untuk berjabat tangan dengan Gavin

'Gavin...Gavin Andreas...' jawab Gavin sambil menjabat tangan Luna dan mereka berdua saling melempar senyum satu sama lain.

Luna Laviana adalah seorang aktris yang lumayan terkenal, dan dia juga mantan model yang sudah go internasional, makanya dia berparas cantik dan juga bertubuh indah. Luna sendiri adalah salah satu artis yang jarang sekali terlibat skandal di sepanjang karir artisnya, dia lebih banyak menghasilkan prestasi ketimbang halusinasi. Gavin yang baru tau kalau Luna adalah seorang artis jadi memaklumi kalau sedari tadi Luna terlihat was-was dengan keadaan sekitarnya. Hal ini dikarenakan dia takut ada seseorang yang memergoki dia membeli obat disini, takutnya dijadikan berita miring dan lain-lain.

Semenjak kejadian itu, Luna dan Gavin sering mengobrol lewat telfon, dan sesekali bertemu di luar jadwal syuting Luna dan jadwal rumah sakit Gavin. Ada yang menarik dari Gavin, dimana dia selalu mengenakan arloji yang selalu menyala alarm nya di waktu tertentu. Ini memang merupakan sebuah pertanyaan, karena selama ini belum pernah ada yang menanyakan langsung ke Gavin kenapa jam itu berbunyi. Malam itu Luna berencana makan malam dengan Gavin, karena dia baru saja menyelesaikan syuting film layar lebarnya, sekalian dia kangen dengan Gavin. Mereka berdua sebenarnya belum memiliki komitmen satu sama lain, namun baik Gavin maupun Luna sudah paham betul kalau mereka saling tertarik satu sama lain.

Awalnya mereka akan bertemu langsung di tempat makan, namun karena Gavin masih menangani pasien yang tiba-tiba kambuh penyakitnya, makanya Luna memutuskan untuk menunggu di depan rumah sakit. Saat Gavin sudah selesai dengan jadwalnya, dia bergegas menemui Luna. Namun sayang saat Luna membuka mobilnya ada beberapa staff rumah sakit yang mengenalinya. Karena takut terjadi berita dan gosip yang tidak-tidak, jadi Gavin dan Luna memutuskan untuk berpisah dan berjalan sendiri-sendiri sampai restoran. Belum sampai situ kemalangan mereka berdua, sesampainya di restoran Gavin bertemu Bram dan beberapa staff rumah sakit lainnya. Dan Gavin baru ingat kalau hari itu Bram ulang tahun dan Bram juga mengundangnya ke acara makan-makan bersama beberapa staff yang off day hari itu termasuk Gavin.

Gavin dan Luna ke gap oleh Bram dan staff lainnya, mereka terkejut karena ternyata Gavin dan Luna sang bintang saling mengenal satu sama lain. Dan terpaksan mereka duduk bersama Bram dan yang lain-lain, sekalian memberi alibi untuk reporter nakal supaya tidak ada berita aneh-aneh tentang Luna yang jalan berdua dengan lelaki, karena sekarang mereka beramai-ramai. Walau raut kecewa di wajah mereka, namun mereka terpaksa bergabung dengan Bram dan para staff rumah sakit lainnya. Selama makan malan, Luna terlihat akrab dengan semua orang, walau jatuhnya mereka baru bertemu, dan memang kebanyakan staff disana adalah penggemar Luna. Lalu ada salah satu staff yang bernama Danu yang menyarankan untuk permainan truth or dare, dalam rangka merayakan ulang tahun dokter Bram. Awalnya Gavin menolak ikut, namun Luna memaksa dan meminta dengan nada manjanya ke Gavin, dan itu juga membuat beberapa orang disana jadi meyakini kalau ada sesuatu di antara mereka berdua. Dan Gavin pun akhirnya terpaksa ikut ke permainan itu.

Semua orang sangat menikmati permainan itu, dan tiba saatnya botol di putar, dan berhenti di arah Gavin, semua orang berteriak kegirangan. Karena sedari tadi hanya Gavin yang belum pernah kena, jadi mereka sangat bersemangat saat Gavin keluar jadi pemain selanjutnya.

'Dokter Gavin....yey...truth or dare dokter...??' tanya Danu dengan antusias

Gavin terlihat lemas karena dia kena permainan yang sebenarnya tidak ingin dia ikuti dari tadi, Gavin mencoba menyembunyikan wajah kesalnya, lalu matanya menatap ke arah Luna. Luna tersenyum senang karena Gavin kena hukuman.

'Truth...' jawab Gavin sambil terus mengunci pandangan dengan Luna

'Ohhhhh truth...oke dokter ambil satu kertas dari kotak, dan apapun tulisan disana dokter harus bercerita jujur ya...' Kata Danu sambil menyodorkan kotak yang berisi tumpukan kertas. 

Gavin mengambil satu lembar kertas, dan itu langsung di ambil Danu, dengan lantangnya Danu membacakan apa yang tertulis disana.

'First Love....' seru Danu

Disertai tepuk tangan dari para staff dan teman-teman dokter Gavin. Tiba-tiba mata Gavin jadi bergetar sesaat mendengar kata 'First Love' yang keluar dari mulut Danu. Luna yang sedari tadi bertatapan dengan Gavin juga ikut bergetar matanya karena melihat lelaki yang dia sukai muali merubah raut wajahnya. Gavin tertunduk diam sejenak, dan itu membuat keadaan menjadi awkward, dan tidak enak rasanya.

'E...dokter kalau keberatan bisa ganti dare kok...' kata Danu mencoba mencairkan suasana beku itu.

Gavin kembali menagangkat kepalanya, dan dia membenarkan cara duduknya sambil memegang arloji di tangan kirinya. Dia tersenyum dan lalu dia meminum air dari gelasnya.

'Oke aku akan ceritakan kisah cinta pertamaku...' kata Gavin kemudian yang disambut oleh riuh tepuk tangan dari semua orang termasuk Luna, yang terlihat tersenyum getir kearah Gavin

'Mungkin ceritaku akan agak lama, apa tidak apa-apa kalian mendengarnya...?' tanya Gavin lagi

'Udah cerita aja...kita siap nemenin sampek malam kok...' seru Bram antusias, karena jujur Bram juga penasaran dengan temannya itu.

[Hari itu musim hujan di tahun ketiga masa SMA ku, aku berlari mendekati sebuahtoko perkakas alat lukis, dan tidak sengaja aku melihatnya. Gadis itu berdiri di depan rak kuas air dengan membawa beberapa cat di tangannya. Sesekali dia memiringkan kepalanya untuk melihat ukuran kuas itu, dia juga membawa tas yang berisi peralatan lukis lainnya. Tak lama kemudian dia keluar toko dan berdiri disampingku, itu kali pertama kita bertemu dan entah kenapa aku merasa sangat hangat saat di dekatnya. Dia menawarkan minuman hangat yang sedari tadi dia bawa, kamipun mulai dekat. Dia berbeda sekolah denganku, namun aku memutuskan untuk ke sanggar lukis tempat dia berada, karena jujur aku ingin melihatnya sepanjang waktu yang aku bisa. Kami mulai dekat dan aku semakin menyadari kalau aku bagitu menyukainya, namun satu hal yang aku tidak tahu, kalau dia tidak bisa mencintaiku sama seperti aku mencintainya. Suatu hari aku menemukan vitamin yang selama ini dia konsumsi tertinggal di kelas seni, saat aku mau mengembalikannya dia sudah pulang dan terpaksa aku membawanya. Karena penasaran ini vitamin apa, aku beranikan bertanya kepada apoteker ayah dari teman sekelasku, dari beliau aku tahu kalau itu bukanlah sekedar vitamin biasa, melainkan obat untuk pereda nyeri yang di khususkan untuk penderita jantung. Jadi selama ini gadis yang aku sukai memiliki kelainan jantung, itulah kenapa dia tidak bisa menyukaiku, karena setiap jantungnya berdegup kencang saat bersamaku, saat itu pula di menahan rasa sakit yang luar biasa efek dari kelainan jantungnya. Dia juga diharuskan setiap beberapa jam sekali meminum obatnya, untuk mencegah serangan jantung secara tiba-tiba. Akhir musim hujan di bulan berikutnya aku mengantarkannya di tempat peristirahatan terakhirnya, dan selamanya dia tidak perlu lagi menahan rasa sakitnya lagi, dia sudah sembuh sekarang. End...itu cerita cinta pertamaku.]

Cerita Gavin panjang lebar, setelah mendengar cerita itu semua orang terdiam, dan ada beberapa yang menteskan air mata mendengar cerita Gavin. Luna juga terlihat berkaca-kaca mendengar cerita Gavin.

'Maka itu kamu mau jadi dokter bedah jantung Vin...??' tanya Bram sambil menepuk perlahan bahu Gavin

'Aku mau jadi dokter bukan melulu karena dia, tapi karena aku juga ingin menolong banyak orang...' jawab Gavin diplomatis

'Lalu arti alarm di arloji kamu itu apa..?' tanya Luna, yang membuat semua mata menuju ke Gavin, karena jujur semua orang ingin tau alasan Gavin memasang alarm di arlojinya itu.

Gavin tersenyum getir sambil memandang arloji di tangannya, dia mengingat senyum Yuna sang cinta pertamanya yang sudah pergi mendahuluinya.

'Ini adalah alarm jam minum obat Yuna...gadis yang aku suka dulu...' jawab Gavin

Mendengar jawaban Gavin semua orang menjadi terbelak matanya, dan Luna juga mengalami sakit dihatinya. Sekarang semua akan berubah saat mendengar alarm itu, pikiran semua orang yang ada di restoran itu akan mengingat kisah tragis Gavin bersama Yuna, cinta pertamanya.

Setelah makan malam itu, Gavin mengantar pulang Luna. Sepanjang perjalanan mereka berdua saling terdiam satu sama lain, keadaan saat itu terasa sangat dingin dan canggung. Sesampainya di depan apartemen Luna, Gavin menahan tangan Luna saat Luna mau keluar dari mobil Gavin.

'Lun...aku..' Gavin tidak bisa melanjutkan kata-katanya

Luna memandang mata Gavin yang terlihat bingung dengan apa yang harus dia lakukan saat ini, Luna mengerti kenapa lelaki yang dia cintai ini menjadi seperti itu. Luna mengenggam tangan Gavin dan menatap Gavin dengan penuh kasih sayang.

"Vin...selesaikan dulu perasaan kamu yang masih menggantung...aku akan menunggu kamu sampai kamu siap untuk bicara denganku....' Kata Luna 'Aku sayang sama kamu Vin...dan aku tahu sekarang hati kamu masih dalam keadaan galau, jadi aku akan nunggu kamu sampai kamu udah bisa menyeledaikan perasaan kamu dengan masa lalu kamu...' lanjut Luna

'Maafin aku Lun,...' kata Gavin

'It's oke...I'm oke...' kata Luna mencoba menenangkan Gavin

Padahal di dalam hati Luna bergejolak, dia juga sebenarnya bingung mau bagaimanaa, namun disisi lain dia tidak mau memaksa Gavin untuk menerima dia dan menyuruh Gavin melupakan luka masa lalunya. Walaupun sebenarnya Luna berharap Gavin bisa secepatnya move on dari masa lalunya itu.

Malam itu jadi malam terberat Gavin dan juga Luna, keesokan harinya Gavin medapatkan surat edaran kalau masa koasnya sudah berakhir dan dia diperbolehkan jika ingin berkuliah lagi, bahkan Gavin di biayai penuh oleh rumah sakit karena Gavin termasuk dokter terbaik disana. Kegalauan Gavin semakin bertambah, dia masih belum menyelesaikan masalah dengan Luna, dan sekarang timbul masalah beasiswa nya dimluar negeri.

'Aku rasa kamu harus selesaiin dulu masalah kamu sama Luna deh...' kata Bram memberi nasehat

'Aku juga berfikir begitu Bram...' jawab Gavin

'Vin...kamu gak mau kehilangan orang yang kamu sayang untuk kedua kalinya kan...??' tanya Bram lagi

Kata-kata Bram itu membuat Gavin menyadari kalau dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang lagi untuk kedua kalinya. Malam itu Gavin bersiap menemui Luna yang baru saja melakukan pemotretan, didalam perjalanan Gavin mendapat berita kalau Luna sedang menjalin hubungan dengan salah satu pemain film yang dia bintangi. Seketika itu Gavin menghentikan laju mobilnya dan dia menepi di bahu jalan sambil membaca berita yang dikirim Bram dari laman gosip. Rasa sakit menyelimuti hati Gavin, dia seakan tidak percaya kalau dia dua kali gagal mengungkapkan rasaa cintanya kepada orang yang dia sayang. Tak lama kemudian ada telfon dari rumah sakit karena ada pasien gawat darurat dan mengharuskan semua dokter standby di rumah sakit. Gavin memutar balik mobilnya menuju rumah sakit, ada pergolakan hati di dalam diri Gavin, namun misi menyelamatkan orang seperti sumpah dokter dia, yang harus dia dahulukan.

Kejadian itu membuat Gavin memforsir dirinya di kerjaan dan dia sama sekali tidak menyentuh handphonenya sama sekali. Dokter kepala rumah sakit yang juga merupakan dosen Gavin di universitas sebelumnya, mengatakan kalau deadline beasiswa besok siang jam 2. Sebelum jam itu Gavin harus sudah menandatangani perjanjian beasiswa dan menvgharuskan Gavin berangkat ke UK 2 hari kemudian. Karena kemelut di hatinya, hari itu juga Gavin menandatanginya, dai berencana pergi untuk melupakan semuanya, terbilang pengecut sih, namun itulah salah satu cara dia untuk menenangkan fikirannya.

Dua hari kemudian, dia persiapan pergi ke UK untuk kuliah nya, sebelum berangkat dia ke apartemen Luna, berharap dia bisa bertemu dengan Luna walau hanya sekejap saja. Gavin menunggu selama 2 jam lebih namun Luna tidak terlihat disana, dia juga sempat berdiri di depan pintu apartemen Luna, namun tidak ada Luna di sana. Gavin memutuskan untuk pergi meninggalkan kesedihan untuk kedua kalinya, saat Gavin pergi, mobil Luna terlihat memasuki apartemen. Dan untungnya Luna melihat mobil Gavin, spontan Luna meminta supirnya untuk mengejar mobil Gavin.

Luna berhasil menyusul Gavin, dan di tengah jalan menuju bandara Luna menghentikan mobil Gavin. Luna turun dari mobil dan berjalan ke arah mobil Gavin, dan Gavin pun juga turun dari mobil dan menghampiri Luna. Saat mereka berdua bertemu Gavin langsung memeluk Luna dengan hangat begitu pula Luna, dia memeluk erat Gavin.

'I love you Luna...' bisik Gavin di telinga Luna

Luna tidak menjawab, dia hanya memeluk erat tubuh Gavin seolah tidak mau melepaskan lelaki yang membuatnya sakit sekaligus bahagia itu.

'Aku benar-benar sudah berdamai dengan diriku, dan aku tahu kalau aku sangat menyayangi mu Lun...' kata Gavin sambil membelai rambut wanita yang dia cintai saat ini

'I know....I love you too...' jawab Luna dengan mata berkaca-kaca.

Mereka saling berpelukan dan di saksikan beberapa mobil yang berlalu lalang di jalan tol bandara saat itu. Gavin dan Luna berjalan menuju ruang boarding pass, karena Gavin harus tetap menuntut ilmunya, dan harus tetap menjadi dokter sperti apa yag Gavin cita-citakan. Gavin mengenggam erat tangan Luna yang sekarang berstatus kekasihnya. Karena sebenarnya berita Luna dengan aktor itu cuma hoax saja, tetapi karena jadwal Luna yang padat dia tidak bisa langsung memberi tahu Gavin. Dan kesalah pahaman mereka akhirnya terselesaikan.

'Aku bakalan jenguk kamu di UK kalau udah selesai syuting ini ya....' kata Luna sambil menyandarkan kepalanya di pundak Gavin

'Okai aku tunggu ya sayang...' kata Gavin sambil mencium kenung Luna

Mata Luna menatap pergelangan tangan Gavin, dan dia tidak menemukan arloji yang selama ini Gavin pakai. Gavin benar-benar sudah berdamai dengan rasa bersalah dan penyesalannya kepada Yuna, bukan berarti melupakan Yuna, namun Gavin sudah mengikhlaskan Yuna. Luna tersenyum melihatnya, lalu dia mengambil arloji digital dari tasnya dan memasangnya di pergelangan tangan Gavin.

'Sekarang kalau alarm nyata kamu harus telfon aku ya...janji....' kata Luna sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Gavin tersenyum melihat kekasihnya itu, dan Gavin mengkaitkan jari kelingkingnya menandakan kalau Gavin berjanji akan menepatinya. Luna memeluk erat Gavin seolah berat melepas lelakinya itu untuk pergi meninggalkannya.

'I love you....' kata Luna

'I love you too...' jawab Gavin sembari mengecup mesra bibir Luna.

Bandara yang ramai kala itu menjadi saksi kisah cinta mereka, baik Gavin dan Luna memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun mereka nampak sempurna jika berdua.






-Kamu adalah bintang dan juga hujan untukku, yang selalu bersinar seperti bintang, dan juga memberi kehangatan seperti hujan- Gavin



Sekian~~

CitraKim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar