Senin, 17 Oktober 2022

Cerpen 2022

Cerpen 2022, part 4


Jodoh tak Akan Kemana

'Bissmillahirohmanirohim....' Kata seorang lelaki sambil memegang setir mobil van putih yang bertuliskan catering Adinda Yusuf.

'Hati-hati ya Jun...' kata perempuan separuh baya yang berdiri di dekat pintu rumah

'Iya umi...' jawab lelaki dari dalam mobil van itu.

Pagi itu Jun diminta ibunya untuk mengantarkan makanan catering di masjid tengah kota karena ada acara pengajian akbar. Junior La Ammar Bahsyir adalah putra pertama dari pasangan Timur tengah- Canada, ibu Junior merupakan keturunan timur tengah dan menikah dengan seorang laki-laki muslim dari Canada yang bernama Yoseph Muhammad. Dari pernikahan mereka lahirlah Junior, dan saat Junior berumur 12 tahun, ayahnya meninggal karena kecelakaan di Canada sana. Jadi semenjak kecil Junior tinggal di Canada bersama kedua orang tuanya, namun setelah ayahnya meninggal, Junior dan ibunya kembali ke Indonesia. Sepulangnya di Indonesia, ibu Junior menikah lagi dengan lelaki bernama Abdullah La Ammar Bahsyir, nama belakang ayah tirinya itu menjadi nama belakang Junior dan juga adiknya.

Kehidupan Junior bersama keluarga kecilnya saat ini sangatlah bahagia, walaupun ayah tiri, namun pak Abdul yang akrab di panggil Abi oleh Junior, sangat menyayangi Junior seperti putra kandungnya sendiri. Dari segi agama, pelajaran umum, sopan santun dan lain-lainnya tidak pernah kurang di berikan kepada Junior. Dan selama ini Jun juga di kenal dengan anak yang sangat baik dan tidak neko-neko. Kalau bicara masalah wajah, jangan di tanya lagi, karena ayah dari Canada dan ibu timur tengah walaupun tinggalnya di Indonesia, namun Jun memiliki wajah khas anak Indo blesteran pada umumnya. Tidak heran jika Jun sangat terkenal di manapun dia berada.

Saat ini Jun berusia 27 tahun, dia bekerja di perusahaan pengembang perangkat lunak komputer, atau bahasa mudahnya perusaan elektronik. Jun sudah memasuki tahun ke tiganya bergabung dengan perusahaan itu. Jun sendiri mempunyai teman dekat bernama Ayana Gamilasari, Ayana atau yang sering di panggil Aya atau Ay itu bekerja di pusat penelitian tanaman holtikultura di kota mereka. Memang mereka berdua memiliki background pendidikan yang berbeda 180 derajat, namun mereka berdua cukup akrab. Jun bertemu Ayana saat usianya 11 tahun, tepat setelah ayah Jun meninggal dan dia kembali ke Indonesia di rumah neneknya, atau ibu dari ibunya Jun. Hampir 15 th lebih Junior dan Ayana berteman baik, segala sisi buruk dan baik dari mereka berdua sudah tahu satu sama lain.

'Astaugfirllah...Jun...kamu ini kok ya sering banget lupa siii...' kata Ayana sambil membawa beberapa kotak kertas dari dalam rumah Junior

'Astaugfirlah...' jawab Jun sambil menepuk dahinya

Ayana mengerutkan keningnya dan memberikan kotak yang berisi spanduk produk baru dari kantor Jun, karena Jun sendiri bekerja di bagian marketing produk di perusahaan elektronik itu.

'Umi nyuruh aku ta'aruf lagi nih...katanya udah waktunya buat nikah....abi sama umi kamu gak nyuruh kamu kayak aku gini...?' tanya Ayana sambil memasang sabuk mengaman dari dalam mobil Junior

'Allhamdulillah nya enggak si...abi sama umi gak maksa aku buat nikah cepet-cepet...nyari duit aja masih susah mau nambah beban aja...' jawab Junior sambil fokus menyetir dan sesekali melihat arah spion untuk memastikan kalau mobilnya tidak melannggar jalur.

'hah....' desah Ayana sembari merapikan kerudungnya

'Udah lah...di coba aja dulu...kan yang namanya ada orang datang dengan niat baik mau mengenal ya di kenalin aja dulu....cocok apa gak nya masalah waktu aja...' jawab Jun santai

'Paranormal ente....tau dari mana kalau niat mereka baik....?' kata Ayana sedikit naik satu oktaf nadanya

'Lah kok malah marah siii...' Kata Junior sambil memandang teman satu-satunya itu dengan raut wajah heran

'Aku capek Jun....selama ini selalu di pertemukan oleh lelaki-lelaki yang cuma berkedok baik aja gara-gara abi pemilik pondok pesantren, mereka yang mendekati aku hanya butuh duniawi nya aja, ngaku lulusan mesir, baca surat yasin aja gagap...' keluh Ayana

'Astaugfirllahalazim Ay...nyebut Ay...gak boleh gitu kamu...husnudzon dong kamunya...jangan su'udzon aja bawaannya...' Kata Jun menenangkan Ayana.

Ayana hanya memanyunkan wajahnya saja mendengar nasehat sahabatnya itu. Ayana memang memiliki kisah cinta yang terbilang rumit saat dia SMA dahulu. Dia menyukai kakak kelasnya yang juga teman satu eskul Junior di pecinta alam, alias anak gunung. Lelaki itu bernama Saka, dan sampai sekarang Ayana masih belum bisa move on dengan Saka, dimata Ayana, Saka adalah sosok sempurna untuk semua tipe idamannya. Hal itulah yang membuat Ayana susah membuka hatinya dengan lelaki lain, satu-satunya lelaki di hidupnya selain abi nya ya hanya Jun saja. 

Sore itu Jun mengantarAyana ke toko buku langganan mereka sedari kecil, Jun langsung menuju rak komik kesayangannya dan Ayana mengobrol dengan pemilik toko perihal buku yang dia pesan sebelumnya. Saat Ayana masih di tengah pembicaraan dengan pemilik toko, ada seorang perempuan yang memasuki toko dan lewat di depan Ayana, dia berjalan menuju rak buku komik. Ayana memperhatikan perempuan yang terlihat tidak asing untuknya, karena konsentrasinya terpecah, Ayana memotong pembicaraannya dan dia berjalan mengikuti perempuan tadi.

'Aisha....' tegur Ayana sambil menepuk bahu perempuan dengan outer berwarna coklat tua itu

'Ayana...' jawab Aisha sambil tersenyum senang

'Masya Allah...udah lama ya kita gak ketemu...' kata Ayana sambil memeluk Aisha 

'Iya Ay...kamu gimana kabarnya..?' tanya Aisha

'Allhamdulillah baik Ais...kamu sendiri bagaimana kabarnya..? sekarang tinggal dimana Ais..??' tanya Ayana sambil memegang tangan Aisha

'Allhamdulliah aku juga baik Ay...sekarang udah balik ke rumah orang tua Ay...' jawab Aisha

'Study kamu udah selesai Ais...??' 

'Iya udah selesai tahun kemarin, sekarang lagi mengajar di kampus kita dulu...' jawab Aisha

'Masya Allah....sukses terus ya Ais...'

'Allhamdulillah...kamu sendiri kerja dimana sekarang Ay...?'

'Aku...aku kerja di pusat penelitian Ais...ya di kota ini juga, sesuai sama kuliah dulu hehehehe...' 

'Allhamdulillah...sukses juga buat kamu ya Ay...'

Aisha adalah teman Ayana dulu waktu berkuliah di salah satu kampus di kotanya. Ayana mengenal Aisha karena mereka sama-sama aktif di kegiatan agama kampusnya, dari sana Aisha dan Ayana dekat walaupun berbeda jurusan. Kejadian itu menarik perhatian Jun yang sedari tadi membaca komik di sisi lain rak buku di toko itu. Jun dulu tidak satu kampus dengan Ayana, jadi dia tidak mengenali Aisha, Jun perlahan mendekati Ayana dan juga Aisha.

'Ay...balik yuk...dah mau mahgrib nih...' ajak Jun sambil membawa beberapa buku komik keluaran terbaru

'Oh...iya ya...' kata Ayana sambil melihat jam tangan 'Eh Jun...kenalin nih temen kuliah aku...' kata Ayana 

'Junior...' kata Jun sambil menundukan kepalanya pelan

'Aisha...' balas Aisha dengan lembut

'Eh Ais...kita ngobrol lagi lain hari ya...jangan lupa calling-calling ya....' kata Ayana sambil beranjak dari samping Aisha

'Iya Ay....pasti nanti aku hubungi kamu kok...' jawab Aisha

'Duluan ya Ais...' kata Ayana sambil berjalan beriringan dengan Junior dan mereka meninggalkan toko buku itu.

Sekilas, mata Aisha memandang ke arah Jun, dan terlihat jika Aisha kagum dengan ketampanan Jun dan membuatnya terus memandang Jun serta Ayana sampai mereka menghilang dari toko buku itu.

'Ih...Aisha makin cantik ya Jun...' kata Ayana di dalam mobil

'Lah...ya mana aku tahu Ay...kan baru kali ini aku ketemu sama dia...' jawab Jun santai

'Oh iya ya...kan kita beda kampus...sorry lupa...keseringan bareng kamu sih...makanya aku sering lupa kalau sekolah kita beda, lingkungan rumah aja yang sama...hahaha...' cerocos Ayana

Jun hanya mengangguk-angguk saja mendengar celotehan temannya itu, Jun memang selalu bersama Ayana sejak mereka kecil. Sekolah mereka juga sama, akan tetapi untuk kampus mereka berbeda jadi bisa di bayangkan bagaimana dekatnya Jun dan juga Ayana ini. Dan seperti pada dasarnya manusia, mereka akan sangat susah untuk bisa akrab dengan lawan jenis, sama seperti yang lainnya, sebenarnya jauh di dalam lubuk hati, mereka berdua saling menyayangi tanpa mereka sadari. Baik Jun dan juga Ayana saling membohongi diri mereka sendiri, jika salah satu dari mereka memiliki pasangan, baik Jun atau Ayana pasti akan berubah mood. Sama ketika Ayana menaruh perhatian kepada Saka, kakak kelas waktu SMA. Sepanjang waktu itu Jun terlihat tidak suka kalau Ayana memperhatikan laki-laki lain selain dirinya, dan selama hubungan persahabatan mereka ini, Jun sama sekali tidak terlihat menyukai seorang perempuan, banyak yang mengejar dan juga menyatakan cintanya kepada Jun, namun Jun sama sekali tidak menjalin hubungan dengan perempuan manapun, bahkan sampai saat dia sudah bekerja saat ini.

Hari itu seperti biasanya, Jun mengantarkan Ayana pulang karena kantor mereka searah, jadi Jun dan Ayana sering berangkat bersama. Sesampainya di rumah, Jun membantu Ayana membawa berkas-berkas dari kantornya untuk dia lembur di rumah. Saat memasuki teras rumah Ayana, Abi dan Umi Ayana sudah menunggu, dan langsung menyuruh masuk Ayana karena ada tamu untuk ta'aruf dengan Ayana. Jun dan juga Ayana kaget dengan keadaan saat itu, Ayana mengelak dan meminta Jun untuk menemaninya masuk ke dalam rumah. Jun sempat menolak, karena dia berfikir kalau itu bukan urusan dia, namun Abi dari Ayana menggandeng Jun masuk ke ruang tamu, dan dengan terpaksa Jun berjalan bersama Abi nya Ayana dan juga Ayana yang berjalan di belakang Jun sambil memegang ujung jaket jeans Jun. Sesampainya di ruang tamu, Jun kaget melihat lelaki yang akan ta'aruf dengan Ayana adalah Saka, kakak kelas yang tidak bisa Ayana lupakan.

'Ay...' bisik Jun sembari menolehkan kepalanya dan melihat Ayana yang bersembunyi di belakang punggungnya

'Apaan siihh...udah jalan aja...' kata Ayana dengan nada berbisik

'Ay...liat dulu napa sih...!!' seru Jun sambil menarik tangan Ayana, sehingga sekarang AAyana berdiri tepat disamping Jun

Mata Ayana masih melotot kearah Jun, yang dengan sengaja menariknya saat dia bersembunyi di belakangnya karena Ayana tidak mau di ta'aruf kan oleh orang tuanya.

'Itu....' kata Jun sambil menyenggol bahu Ayana 'Assalamualaikum pak..bu...Kak Saka...' kata Jun diiringi senyuman kaku di bibirnya

Mendengar kata Saka, mata Ayana mengubah haluannya, sekarang dia memandang lelaki yang selama ini dia kagumi dan juga dia sukai. Ayana tidak menyangka kalau orang yang akan mengajaknya ta'aruf adalah cinta pertamanya di SMA.

'Walaikumsalam...' jawab semua orang di ruang tamu, menjawab salam Jun

'Apa kabar Jun...?' tanya Saka sambil berdiri mendekati Jun dan mengajukan tangan untuk bersalaman

'Allhamdulliah baik Kak....' jawab Jun sembari menjabat tangan Saka

'Lho...kalian udah saling kenal...?' tanya umi Ayana kepada Jun

'Iya umi...ini kak Saka senior Jun sama Ayana dulu di SMA...Jun juga satu organisasi sama kak Saka..' jelas Jun sambil terus berusaha menyadarkan Ayana dari rasa shock nya bertemu dengan Saka

'Wahhh kebetulan sekali ya....' lanjut umi Ayana

'Ay...' kata Jun lagi sambil menepuk bahu Ayana

'Apa kabar Ay....? udah lama tidak bertemu ya...' kata Saka yang membuyarkan lamunan Ayana

'Eh...iya kak...e...sebentar ya...' kata Ayana sambil menarik tangan Jun dan pergi dari ruang tamu menuju ruang tengah.

Jun terlihat shock karena Ayana menggandeng tangannya di depan para tamu dan juga orang tuanya apalagi disana ada Saka, seseorang yang di sukai Ayana.

'Apaan sih Ay...kamu gak sopan banget sih...' kata Jun sambil melepas genggaman Ayana

'Astaugfirllah.....Jun...aku harus gimana....?' tanya Ayana dengan muka pucat pasi

'Maksudmu..??' tanya Jun yang tak kalah herannya.

'Itu beneran kak Saka...beneran dia yang mau ta'aruf sama aku...?' tanya Ayana tidak percaya

'Lah mana aku tau Ay...kan tadi belum ngomong apa-apa kamu langsung narik aku kesini ya mana aku tahu...' jawab Jun

Ayana masih tampak bingung dan dia tidak menyangka kalau Allah akan mengabulkan doanya dengan cara seperti ini.

'Ay...sadar Ay...' kata Jun sambil mengguncang tubuh Ayana 'Udah sekarang kamu temuan mereka dulu aja sana, jangan bikin abi sama umi malu....' kata Jun sambil menarik Ayana untuk berjalan ke ruang tamu lagi

Sesampainya disana, Jun melihat muka marah umi Ayana dan wajah tidak enak dari abi Ayana melihat kelakuan putrinya yang kabur begitu saja.

'Maaf abi umi...tadi Ayana malu soalnya belum dandan begitu, makanya tadi gugup...maaf ya....' kata Jun mencairkan suasana beku itu.

'Ohhh...begitu...udah sini Ay...gak apa-apa...' kata umi Ayana sambil menuntun Ayana untuk duduk disampingnya

Jun sendiri berjalan dan duduk di samping abi Ayana, dan abi Ayana berterimakasih kepada Jun karena dia sudah menenangkan putrinya tadi. Abi Ayana sangat menyayangi Jun sama seperti dia menyayangi Ayana, karena Jun pemuda yang baik dan juga bertanggung jawab, hanya kepada Jun abinya Ayana bisa tenang menitipkan Ayana. Malam itu proses ta'aruf berjalan dengan lancar, namun Ayana meminta sedikit waktu lagi untuk lebih mengenal Saka, walaupun sebenarnya Ayana sudah mengenal Saka dengan baik, namun di fikiran dia saat ini adalah Saka yang sekarang apakah masih sama dengan Saka yang dulu, dan Ayana juga memberikan kesempatan Saka untuk mengenalnya lebih baik lagi. Karena dulu waktu di sekolah Saka tidak pernah berinteraksi langsung dengan Ayana, hanya Ayana yang mengagumi Saka tanpa Saka tahu, dan yang tahu hanya Jun seorang.

Hari itu Ayana meminta Jun untuk menemainya membeli beberapa baju dan juga keperluan dia untuk bertemu dengan Saka, selain dengan Jun dia juga menghubungi Aisha untuk menemani dia sekaligus. 

'Kamu aneh deh...kenapa gak minta anter Saka sih...' kata Jun jengkel, karena hari itu jadwal dia main futsal dengan teman-teman kantornya.

'Aku lebih nyaman sama kamu, udah sama abi juga boleh kok keluar sama kamu....' jawab Ayana sembari melihat handphone nya karena dia mengirim pesan kepada Aisha untuk bertemu di dalam toko baju.

 'Kamu lagi chat sama siapa sihh...?? Saka ya...' tanya Jun curiga

'Ihhh apaan siii...cemburu ya....aku entar lagi nikah kamu gak ada temen berantem...hahahaha...' kata Ayana bahagia

'Idihhhh apaan siii...' jawab Jun kesal.

Sebenarnya sejak malam ta'aruf Ayana itu, hati Jun sangat tidak tenang, dia menjadi sesak dan sulit untuk bernafas lega. Dia seperti menahan sakit di dadanya dan itu membuatnya jadi susah tidur dan juga berkonsentrasi, dia juga mudah terpancing amarahnya, Jun sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya. Saat di toko baju, Ayana sibuk memilih baju di temani Aisha, dan Jun hanya duduk di pojok toko sambil memainkan game di handphone nya.

'Ay...aku kira Jun itu tunangan kamu loh...ternyata bukan...' kata Aisha

'Hahaha...Jun itu udah kayak saudara Ais sama aku....sejak kecil kita barengan dan keluarga aku sama dia itu udah besti banget...hehehehe...' jawab Ayana

'Ay...aku boleh nanya sesuatu gak??' tanya Aisha

'Iya mau nanya apa Ais...?'

'Hemmmm...ee...itu...apa Jun sudah punya pasangan...??' tanya Aisha ragu-ragu

Ayana terhenyak dengan pertanyaan Aisha, dia terlihat malu-malu sambil sesekali mencuri pandang dengan Jun yang sedari tadi duduk di pojok toko. Muncul perasaan aneh di hati Ayana saat melihat mata Aisha yang bersinar saat menanyakan tentang Jun kepadanya.

'Belum kok Ais....Jun masih sendirian...' jawab Ayana dengan nada berat.

'Hemmm begitu ya...' jawab Aisha sembari melihat kearah Jun yang masih bermain game di handphone.

Sepulangnya dari toko Ayana dan Jun mengantar Aisha sampai ke rumahnya, dan disepanjang perjalanan Aisha berusaha mengajak bicara Jun, dan dari sana Ayana menarik kesimpulan kalau Jun juga merasa nyaman berbicara dengan Aisha, sama saat Jun mengajak bicara kepadanya. Hati Ayana semakin tidak karuan, dia merasakan hal yang aneh muncul saat Jun sedang mengobrol dengan Aisha. 

'Mampir dulu yuk...' ajak Aisha sesaat setelah sampai rumahnya

'Next time ya Ais...nie masih harus anter bu boss pulang aku nya...nasib supir grab ya gini...' kata Jun dengan nada bercanda

'Ihh..apaan sii..' kata Ayana sembari memukul bahu Jun 'Makasih ya Ais...sorry ngrepotin kamu...' kata Ayana kepada Aisha

'Iya Ay sama-sama...enggak apa-apa lagi Ay....' kata Aisha 'Ya udah hati-hati di jalan ya, makasih sudah di anter pulang...' 

'Iya Ais sama-sama...' jawab Ayana

'Assalamualaikum...' kata Jun dan Ayana bersamaan

'Waalaikumsalam...' jawab Aisha

Mobil Jun berjalan menjauhi rumah Aisha, suasana di mobil menjdai dingin, Ayana masih tidak enak dengan perasaannya setelah tahu kalau Aisha menaruh hati dengan Jun, sahabatnya semenjak kecil itu. Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya diam, dan hanya suara radio di mobil yang terdengar, tidak seperti biasanya baik Jun dan juga Ayana terdiam dengan perasaan mereka masing-masing.

Sesampainya di rumah Ayana, Jun langsung berpamitan pulang kepada Ayana dan kedua orang tuanya, disana Jun melihat Saka sedang bertamu di rumah Ayana. Dan entah mengapa perasaan Jun campur aduk kala melihat Saka berada disana. Jun sempat menyapa dan bersalaman dengan Saka sebelum dia akhirnya kembali ke mobil dan pergi dari rumah Ayana. Sesampainya di rumah, Jun melihat ibunya beserta adiknya sedang duduk di teras sambil merapikan kotak katering untuk besok pagi. Setelah mengucap salam, Jun langsung masuk ke kamarnya, dia merebahkan tubuhnya ke ranjang dan sambil menatap langit-langit kamarnya dia terbayang semua memori saat dia bersama Ayana. Jun masih belum paham jika dia sudah menyukai Ayana semenjak mereka masih kecil, Jun hanya selalu menyembunyikan rasa sukanya dan lebih senang jika terus berada di samping gadis berlesung pipit itu.

Keesokan harinya Jun menjemput Ayana ke rumah untuk pergi ke tempat kerja seperti pada hari sebelum-sebelumnya. Sesampainya di rumah Ayana, Jun melihat mobil Saka sudah terparkir disana, dan terlihat Ayana keluar dari pintu rumah beriiringan dengan Saka dan juga ibu Ayana.

'Jun....' kata Ayana kaget melihat kedatangan Jun

Jun yang juga tak kalah kagetnya dengan Ayana hanya bisa tersenyum getir sambil menyapa Saka dan juga bersalaman dengannya, Jun juga tak lupa bersalaman dengan ibu Ayana seperti biasanya.

'Jun...sekarang biar Saka aja ya yang antar sama jemput Ayana, soalnya mereka sudah mau menikah, biar tidak mengundang fitnah begitu...' kata Ibu Ayana yang membuat hati Jun semakin sakit.

'Iya umi...Jun paham kok...hehehe...selamat ya Ay...' seru Jun sambil menggoda Ayana

'Apaan sii...' seru Ayana sambil menahan rasa tidak enaknya kepada sahabatnya itu.

Jun berpamitan dan dia berangkat duluan ke tempat kerjanya, dia meninggalkan Ayana bersama Saka, seorang lelaki yang selama ini tidak bisa di lupakan oleh sahabatnya intu. Jun harus menahan rasa sakit di dadanya dan dia harus mengikhlaskan semuanya, dia juga berharap Ayana bahagia dengan Saka, walaupun dadanya terasa sesak saat melihatnya.

Hari itu Jun sedang berjalan di swalayan mengantarkan uminya untuk belanja keperluan sehari-hari, hari itu hari minggu, jadi Jun sekalian mengajak adik perempuannya juga, Jun sangat Akrab dengan Shafira, adik tirinya itu. Jun berjalan beriringan dengan ibunya dan juga adiknya, Shafira.

'Assalamualaikum Junior...' sapa Aisha yang kebetulan juga sedang berbelanja disana

'Walaikumsalam...Asiha...' jawab Jun sambil tersenyum pada Aisha

'Kamu juga belanja disini Jun...?' tanya Aisha dengan diiringi senyum sumringahnya

'Iya ini anter umi belanja sehari-hari, ama adek juga...' jelas Jun sambil mengenalkan ibu dan Shafira kepada Aisha 'Umi..ini Aisha...temennya Ayana kuliah dulu...' jelas Jun kepasa ibunya

'Assalamualaikum Umi...saya Aisha...temennya Ayana dan sekarang juga temannya Junior...' kata Aisha sambil mengacungkan tangan untuk berjabat tangan dengan ibunya Junior

'Walaikumsalam....' jawab ibu Junior sambil menjabat tangan Aisha 'Barrakallah....cantik sekali nak Aisha ini...' lanjut ibu Junior sambil memperhatikan Aisha dengan senyuman

'Masya Allah...terima kasih umi...' jawab Aisha tersipu malu.

Pertemuan itu membuat Aisha semakin menyukai Junior, dia sangat senang bisa bertemu dengan keluarga Junior, dan itu bisa menjadi langkah dia selanjutnya untuk terus bisa berhubungan dengan lelaki yang membuat dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Sepulangnya daari belanja, ibu Junior bertanya tentang hubungan dia dan Aisha, sepertinya ibu Junior menyukai Aisha.

'Kamu gak mau ta'aruf juga Jun sama Aisha...biar bisa seperti Ayana dan Saka itu...' kata ibu Junior

'Umi...aku sama Aisha itu cuma berteman saja, lagian aku masih belum berencana buat berumah tangga, masih mau perbaiki diri dulu umi...keuangan saja masih belum stabil kok ya mau nikahin anak orang...' jawab Jun tanpa expresi.

'Astaufirllah...Jun gak boleh ngomong begitu...rejeki itu Allah yang ngatur..saat kamu takut akan rejeki itu sama aja kamu menghina Allah nak...istiqfar ya nak...gak baik ngomong begitu...' kata Ibu Junior sembari mengelus kepala putranya

'Iya...iya Umi...Jun paham kok...bukan itu juga maksud Jun tadi...' kata Jun mengelak

'Umi ini...jangan paksa kakak dong...kakak sudah punya seseorang yang dia sukai...bukan kak Aisha...' celetuk Shafira dari jok belakang mobil.

'Kamu ngomong apa sih Fir...ngawur aja...' elak Junior sambil meliha adiknya dari kaca spion

'Emangnya siapa Fir..?'

Junior mnegerutkan dahinya dan sekarang melihat adiknya yang sedari tadi fokus ke handphonenya, mata Jun seolah mengisyaratkan untuk diam kepada Shafira. Dan Shafira dengan senyum penuh artinya melihat expresi Jun yang takut akan adiknya akan mengatakan sia wanita yang dia sukai.

'Umi masa gak tau sih...??' goda Shafira

'Ih...kamu ini jangan bohongin umi Fir...kakakmu ini mana pernah pacaran siii, umi paham betul...' kata ibu Junior

'Iya emang kakak gak pacaran bu, dia cuma memendam perasaannya aja, takut kehilangan soalnya kalau dia ngomong sebenarnya...' kata Shafira

Kata-kata Shafira menyadarkan Jun kalau adiknya yang masih SMP itu tahu kalau dia memandam rasa pada Ayana. Dan Jun juga paham kalau Shafira tahu Jun menaruh hatinya kepada gadis yang selama hampir 15th ini menemaninya sebagai sahabatnya. Sesampainya di rumah, Jun kaget saat melihat Ayana sudah berdiri di teras rumahnya bersana Abinya.

'Ngapain disni...?' tanya Jun kepada Ayana tepat setelah keluar dari mobil

'Jun...Assalamualaikum dulu dong...' celetuk  Abinya

'Oh..Assalamualaikum bi...' kata Jun sambil mencium tangan abinya.

'Waalaikumsalam warohmatullah...' jawab abinya

'Ada apa Ay...?' tanya Jun kemudian mengalihkan pandangannya kepada Ayana

'Masa aku gak boleh main kesini siih...' jawab Ayana sambil berjalan menghampiri ibu Junior dan Shafira yang masih berdiri di depan mobil 'Assalamualaikum umi...' kata Ayana sambil mencium kedua pipi ibu Junior san juga tangannya.

'Waalaikumsalam Ay...' jawab ibu Junior dengan senyuman

'Hai kak...' sapa Shafira kemudian

'Hai....' kata Ayana sambil memeluk adik Junior.

'Tumbenan kamu gak telfon aku kalau mau kesini...? ada apa sihh...?' desak Jun sambil menghampiri Ayana

'Idih...emang kalau aku telfon kamu bakal sediain karpet merah gitu disini...?' kata Ayana menggoda Jun

'Serius nanya malah gini jawabannya...' kata Jun kecewa

'Umi....Ayana mau minta bantuan umi...' kata Ayana sambil bergelayut di lengan ibu Junior.

'Ada apa sih Ay....? ngomong aja sama Umi, Insa Allah umi bantu Ay...' jawab ibu Junior

'Ayana mau belajar masak umi...sekalian mau pesen katering 15 kotak buat hari selasa besok bisa kan umi..?' jelas Ayana

'Hahaha...awas umi...hancur dapur umi kalau Ay masak disini...' kata Junior di ikuti ketawa kerasnya

'Ih...apaan si kamu Jun dasar...awas ya...' kata Ayana sambil memukul bahu Junior

'Ow...bisa-bisa Ay...umi siapin buat selasa ya, terus kamu kapan mulai belajar masaknya, nanti umi tuntun sampek bisa...' kata ibu Junior

'Makasih Umi.....besok sore ya umi aku mulai masak, sehabis pulang kerja...' kata Ayana

'Iya baiklah....umi tunggu ya...' kata ibu Junior

'Ay..kenapa gak minta ajarin umi kamu...kan si umi juga bisa masak...' tanya Junior

'Ih...kamu ini..ya gak apa-apa lah...umi ku sibuk ama santri-santrinya, lagian enakan masakan umi kamu ketimbang umi aku....' jawab Ayana sambil terus menggandeng tangan ibu Junior

'Eh Ay...awas ya...aku sama Abi baru aja benahin dapur, kalau sampai dapur berantakan kamu ntar aku culik terus aku jadiin tukang yah...' ancam Junior

'Umi...Jun jahat banget....' kata Ayana sambil memeluk ibu Junior

'Jun...udah ah...masa bertengkar terus kayak anak kecil...' kata ibu Junior sambil mengelus punggung Ayana 'Udah Ay...yuk masuk dulu, tadi umi beli beberapa buah anggur kesukaan kamu, ayuk kita makan di dalam..' ajak ibu Junior

'Allhamdullilah..kebetulan Ayana laper umi....hehehehe..' kata Ayana

'Yey... kalau makanan aja cepet...' kata Jun sambil masuk rumah bersama Shafira dan diikuti Ayana, ibunya dan abinya juga

'Eh..iya Ay..tadi umi ketemu sama temen kamu namanya Aisha.....' kata Ibu junior sambil menaruh kantong belanjaan di meja makan

'Oh...ketemu di mana umi...?' tanya Ayana

'Tadi di super market sana, sama Jun dan Shafira juga....cantik ya si Aisha itu....' jelas ibu Junior

'Iya umi...dari dulu emang cantik si Aisha umi...' jawab Ayana

'Aisha kira-kira sudah menikah atau belum ya Ay...?' tanya ibu Junior

Ayana tiba-tiba menghentikan pekerjaannya yang sedari tadi membantu ibu Junior mengeluarkan buah-buahan dari kantong plastik. Dia tercengang mendengar pertanyaan dari ibu Junior, dan seketika hatinya terasa menyentuh sesuatu yang sangat panas, sehingga membuatnya terasa tersengat panas. Ayana memandang ibu Junior dan tersenyum getir setelah mata mereka berdua bertemu.

'Ay belum tau umi...nanti coba Ay tanya ke Aisha ya umi...' jawab Ayana

'Iya...coba kamu tanyakan ya...umi lihat sepertinya Jun dan Aisha saling terterik satu sama lain, kalau semisal Aisha belum menikah, umi berencana mau ta'aruf gitu seperti kamu dan Saka...' lanjut ibu Junior

'Iya umi...nanti Ay cari tahu dulu...' jawab Ayana sembari memalingkan wajahnya dan kembali fokus membantu mengeluarkan buah dari kantong plastik.

Sepulangnya dari rumah Jun, Ayana terus kepikiran dengan pertanyaan ibu Junior, dai juga berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri kalau Jun hanya sahabatnya dan sekarang pria yang akan mendampinginya adalah Saka bukan Junior. Namun apa daya, walaupun mulut bisa mengularkan ratusan ribu kebohongan, namun hati tetap dengan satu kejujuran.

Hari itu Ayana menghampiri Jun di kantornya, dia mengajak Jun pulang bareng karena dia mau mulai les memasak di rumah Jun. Setelah belanja Jun dan Ayana bergegas pulang ke rumah, di hari itu cuaca mendung dan gerimis mulai membasahi perjalanan mereka untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Ayana dan Jun mengobrol seperti biasanya, mereka juga saling bercanda sambil memakan ice cream seperti biasa mereka lakukan sebelumnya. Baik Ayana dan juga Jun mereka nampak sangat nyaman satu sama lain dan juga mereka tidak perlu menjadi orang lain saat bersama seperti ini. Mereka sebenarnya tidak sadar jika mereka saling membutuhkan satu sama lain, saling menguatkan dan salaing menyayangi satu sama lain,

Ini sudah 1 mingguan Ayana belajar memasak di rumah Jun, dan selama itu Jun selalu menganggu Ayana dan umi nya di dapur kala sedang memasak. Ayana kadang sebel karena sikap Jun, namun dia juga suka karena Jun adalah orang yang sangat jujur dalam menilai makanan, jadi Ayana tidak sungkan untuk menyuruh Jun mencicipi makanannya. Hari itu Ayana belajar membuat semur ayam, dan kebetulan itu menu kesukaan Jun, dari awal memasak Jun sudah mengultimatum Ayana kalau sampai gagal Jun gak mau antar dia pulang hari itu.

'Awas ya kalau gak enak...pulang jalan kaki kamu...' kata Jun mengancam

'Ihh tega banget si kamu... kan aku cewek, kalau di culik gimana, walaupun cuma beda satu gang tapi kan jauh juga jalan ini juga udah malam emang tega kamu...' cerocos Ayana sambil terus mengaduk bumbu semur dan ayamnya.

'Udah jadi belum...?' tanya Jun gak sabar

'Ih...sabar napa...bumbunya belum meresap nih...' kata Ayana sambil memperhatikan Jun yang sedari tadi sudah siap dengan piringnya dan sendok di tangannya

'Umi...liat...' kata Shafira sambil menggandeng ibu Junior mendekat kearah dapur dan melihat Jun serta Ayana dari belakang

'Kenapa Fir...??' tanya ibunya bingung

'Ini jawaban Shafira kemaren....' lanjut Shafira sambil menunjuk ke arah Jun dan Ayana

Ibu Junior mengerutkan dahinya pertanda kalau dia tidak mengerti dengan perkataan putrinya itu, dia juga melihat kearah Junior dan juga Ayana yang terus aja bertengkar kecil karena semur ayam yang belum matang juga.

'Umi gak merasakan sesuatu saat melihat Kakak sama kak Ay..?' tanya Shafira 'Umi...kak Ayana adalah cinta pertama kakak...dari dulu kakak sayangnya cuma sama kak Ay...' bisik Shafira

'Hah...' kata ibu Junior seolah tidak percaya

Namun setelah melihat mata mereka berdua yang salaing memandang, ibu Junior bisa mengetahui kalau Ayana lah yang selama ini mengisi hati Jun putra nya itu. 

Malam itu Jun mengantarkan Ayana pulang ke rumahnya menggunakan motor, karena jarak rumahnya dengan rumah Ayana cukup dekat, sebenarnya jalan kaki juga bisa. Ayana membawa hasil masakannnya yang sudah di approve oleh Jun beserta keluarganya.

'Hebat nih....seminggu doang udah bisa masak...mau masakain Saka ni kayaknya....' celetuk Jun sambil mengendarai sepeda motornya.

Ayana terdiam saat mendengar kata-kata Junior barusan, dan dia terus memandang bungkus makanan yang ada di pangkuannya saat ini. Dan dia juga memandang punggung Jun yang sedari tadi bicara kepadanya.

'Ay...kamu denger enggak siii...??' tanya Jun sambil menoleh ke arah Ayana.

'Hah...apaann...?' kata Ayana pura-pura tidak mendengar pertanyaan Jun, padahal dia jelas mendengarnya

'Aduhhh besok beli jilbab yang agak tipisan ya....biar kalau di ajak ngomong tukang ojek denger...' jelas Jun dengan nada sedikit marah.

'Apaan sii kamu...?' jawab Ayana sambil memukul punggung Jun

'Kamu besok kalu masak jangan kebanyakan micin yah....garemnya juga di takar yg bener...kecap juga ama itu...'

'Ihhhh cerewet deh kamu...umi kamu aja gak secerewet kamu...' potong Ayana sambil memasukkan coklat batangan ke mulut Junior

'Ahhh' elak Jun sambil menurunkan penyangga sepeda nya 'Gigiku coklat tau...' elak Jun sambil menarik kembali coklat yang di kasih Ayana dari mulutnya

'Makanya jangan cerewet tau....' kata Ayana sambil berjalan menuju teras rumahnya dan diikuti oleh Jun

'Lah...aku ini mau kasih masukan buat kamu biar kamu bisa jadi master chef gitu...hahaha' kata Jun sambil memakan sisa coklat tadi

'Ihhh...apaan sii...? siapa tadi yang habis dua piring coba...enak kan tapi masakan aku...' kata Ayana bangga

'Eh...aku cuma laper tadi jadi...'

'Ay...' kata Saka dari depan pintu rumah Ayana

Jun dan Juga Ayana sponta menoleh kearah pintu masuk rumah, dan disana sudah ada Abi dan Umi Ayana, serta Saka yang berdiri tidak jauh dari posisi orang tua Ayana.

'Mas Saka...' kata Ayana sedikit kaget dengan kedatangan Saka

'Udah selesai kursus masaknya...?' tanya abi Ayana

'Udah abi....' jawab Ayana sambil mencium punggung tangan abinya dan juga umi nya

'Assalamualaikum abi..umi...' kata Jun saraya mencium tangan kedua orang tua Ayana

'Kak Saka...' lanjut Jun sambil menjabat tangan Saka

'Eh Jun...' jawab Saka sambil terus memperhatikan Jun, dan Saka terlihat tidak suka karena Jun dan Ayana pulang bersama

'Waalaikumsalam...' jawab kedua orang tua Ayana bersamaan

Sejak kejadian itu Jun jadi jarang menemui Ayana, ibu Ayana pun dengan khusus meminta pengertian keluarga Jun karena Ayana sedikit menjaga jarak kepada Jun. Ibu Jun yang mengerti akan maksud orang tua Ayana hanya bisa meng iya kan semua permintaan ibu Ayana, walau sebenarnya dia tahu putranya akan sangat terluka akan hal itu. Jun akan berangkat futsal hari itu, dan dia berhendi di toko untuk membeli minuman. Tak sengaja dia bertemu dengan Aisha, dan Aisha meminta tolong Jun untuk mengantarnya ke panti asuhan yang letaknya tidak jauh dari lapangan futsal yang akan Jun datangi, dan Jun dengan senang hati mengantarkannya, karena dia berfikir kalau Aisha adalah teman dari sahabat bainya sekaligus wanita yang dia sayangi. Sesampainya di panti asuhan, Jun dan Aisha melihat Saka dan juga Ayana yang berada di panti asuhan itu. Ternyata ayah Saka adalah pemilik panti asuhan itu, Ayana kaget saat meilhat Jun dan Aisha datang berdua, dan Jun juga membantu Aisha membawa beberapa bahan makanan untuk anak-anak di panti.

Mata mereka saliang menatap, namun Jun langsung mangalihkan pandangan dan menyapa Saka seperti biasanya, dia tidak ingin terlibat dengan hubungan Ayana dan Saka. Setelah menaruh bahan makanan milik Aisha, Jun berpamitan untuk lanjut ke lapangan futsal, karena dia sedang di tunggu oelh teman-temannya. Setelah kepargian Jun, Ayana membantu Aisha menyiapkan makanan untuk anak-anak panti asuhan. Aisha memperhatikan sikap berbeda dari Ayana dan juga Jun, mereka terlihat sedang tidak baik-baik saja, apalagi saat Jun pergi tadi terlihat Ayana terus memandang Jun sampai dia masuk kedalam mobilnya.

'Ay...' panggil Aisha

'Iya Ais...kenapa..?' tanya Ayana sambil terus merapikan bahan makanan yang baru di keluarkan dari kardus

'Kamu tahu gak di dunia ini ada tiga hal yang tidak bisa di sembunyikan....' kata Aisha tiba-tiba

'Apa emangnya...??' tanya Ayana lagi sambil tersenyum menanggapi kata-kata temannya itu

'Yang pertama itu batuk, lalu kemiskinan dan yang terakhir adalah cinta...' jawab Aisha

Ayana spontan terpaku mendengar kata-kata dari Aisha, dia paham betul jika saat ini temannya itu sedang menyindirnya. Namun sesaat kemudian Ayana kembali menormalkan keadannnya, dan berbalik memandang temannya itu.

'Lalu...?' kata Ayana sambil menyandarkan tubuhnya di tembok dekat meja makan dan memandang Aisha

'Kamu tidak bisa menyembunyikan ketiganya Ay...jangan di sembunyikan...ungkapkan saja, husnuzon sama Allah Ay... percaya sama jalan yang dia tunjukkan sama hati kamu...masalah endingnya nanti seperti apa biar Allah yang atur, tapi kita dan terlebih kamu hanya bisa berusaha sebaik mungkin...' kata Aisha

Ayana mengerutkan dahi menandakan tidak mengerti dengan perkataan Aisha itu, lalu Aisha tersenyum dam berjalan mendekat ke Ayana, lalu dia berbisik di telinga Ayana.

'Jun pria yang baik...coba sholat istiqarah Ay...minta sama Allah jalan mana yang harus kamu pilih...' kata Aisha kemudian

Mata Ayana terbelak mendengar kata-kata Aisha, Ayana seolah tidak ingin mempercayai kata-kata Aisha, namun hatinya bergejolak mendengar kata-kata Aisha. Mengelak pun rasanya tidak bisa Ayana lakukan, dia hanya bisa tersenyum kecut mendengar nasehat dari temannya itu. Ternyata percakapan mereka di dengar oleh Saka, dan sepulangnya dari panti Saka mengajak Ayana makan di sebuah restoran.

'Ay...gimana perasaan kamu hari ini...?' tanya Saka sambil menyiapkan alat makan dan me lap nya dengan tisu.

'Allhamdulliah senang mas...makasih ya udah di ajak ke panti...dan jalan-jalan juga....' jawab Ayana dengan senyuman

'Allhamdulillah...aku seneng kalau kamu seneng...' jawab Saka tenang

'Wah...semur ayam....' seru Ayana saat pramusaji restoran memberikan satu porsi semur ayan di hadapan Ayana

'Kamu suka makanan ini ya....?' tanya Saka

'Bukan aku, tapi Jun...Jun suka banget sama semur ayam....dia kalau umi masak semur ayam, nasi satu panci pun habis...hehehehe...' kata Ayana sambil tertawa

Dan itu membuat muka Saka seketika jadi masam, dia memandang getir kearah semur ayam, dan Ayana yang tidak sadar akan hal itu, dia terus berbicara tentang Jun sambil mengambil beberapa potong ayam dari kuah kental semur ayam di depannya.

"Ay....aku mau melamar kamu minggu depan, sepertinya perkenalan kita sudah cukup...' kata Saka tiba-tiba

Ayana spntan langsung menghentikan makannya, dan dia menatap Saka dengan pandangan tidak kaget seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Saka.

'Kita sudah lama kenal, kamu juga dulu adik kelas aku dan kamu juga dulu menyukaiku sampai sekarang, itu di buktikan dengan kamu yang tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun, berarti kamu menungguku Ay...makanya aku datang dan sekarang aku mau memintamu untuk selamanya menemaniku..' jelas Saka

Ayana meletakkan alat makannya, dan dia menatap kedua mata Saka seolah ingin memahami apa yang sedang pria yang dulu dia kagumi itu fikirkan. Dahulu dia selalu mengagumi Saka, karena kepintarannya, kesolehannya, kebaikannya dan juga segala macam nilai positif di dalam diri Saka, tanpa dia sadari kalau Saka hanyalah manusia biasa yang juga memiliki nilai negatif dalam dirinya.

'Mas Saka....apa benar kita sudah saling mengenal....?' tanya Ayana sambil menatap mata Saka, dan kali ini Ayana sama sekali tidak deg deg an atau grogi seperti saat dia duduk di bangku SMA dulu, mendengar nama Saka saja tubuhnya sudah bergetar.

Saka balik memandang Ayana dengan pandangan sayu, seolah tidak percaya kata-kata seperti itu kepadanya.

'Aku memang adik kelas mas Saka dulu, dan dulu kamu juga tidak pernah ajak aku mengobrol, kamu hanya menyapa aku ketika aku bersama Jun, dan itupun juga bisa dihitung menggunakan jari...memahami seseorang memang butuh waktu jangka panjang mas, tidak bisa dua atau tiga hari saja. Mas jangan terburu-buru menilai aku dan juga menilai perasaan mas terhadapku, bagaimana jika kita berdua salaing shalat istiqarah untuk meminta ke pada Allah atas semua permasalahan ini, apakah jalan yang harus kita tempuh. Selama belum menemukan kepastian, ada baiknya kita menjaga jarak dulu mas...untuk menghindari fitnah. ' jelas Ayana

Pernyataan Ayana itu membuat hati Saka sakit mendengarnya, dia tidak percaya gadis yang dia suka memberikan pernyataan yang membuat dirinya sakit. Dia hanya terdiam dan meng iyakan perkataan Ayana, kejadian itu benar-benar membuat Saka sedih dan juga malu atas pernyataan cemburunya yang malah membuat dia kehilangan Ayana.

3 bulan berlalu, dan Saka semakin menghilang, orang tua Ayana pun menanyakan prihal berkurangnya frekuensi kedatangan Saka ke rumah, Ayana juga terlihat jarang bertemu dengan Jun. Junior sendiri di tugaskan keluar kota selama 6 bulan, hal itu yang membuat Ayana dan Jun tidak bisa bertemu pasca pertemuan mereka di panti asuhan itu. Kerinduan Ayana terlihat dari dia yang sering bermain ke rumah Jun, walaupun dia tahu Jun tidak ada disana, itu dia lakukan hanya untuk melampiaskan rasa rindunya ke Jun.

'Kak Ay...kakak kangen ya sama kakak...?' tanya Shafira yang membuat Ayana kikuk dibuatnya

'Ihhh kamu ini ngomong apa sih...' elak Ayana tersipu malu

'Hemmmm kakak juga kangen tuh sama kak Ay...tiap malam nanyain ke umi, Ayana udah sampai mana masaknya mi...?? hah...emang kalau cinta itu susah mau di tutupi kayak gimanapun....' kata Shafira sambil berlalu meninggalkan Ayana dengan segudang rasa senang yang bercampur dengan malu karena bocil Shafira tahu tentang apa yang dia rasakan.

Hari ini Jun sudah menyelesaikan kerjanya di luar kota, dan dia balik lagi ke kota yang sama dengan Ayana. Dengan bahagia, Ayana berjalan ke rumah Junior sambil membawa semur ayam kesukaan Jun, dia sudah memantapkan hatinya ke Junior, setelah dia mendapatkan jawaban dari sholat istiqarahnya. Sesampainya disana dia melihat Abi Junior memakai pakaian formal batik dan juga celana panjang berwarna hitam, dia tampak rapi sekali.

'Assalamualaikum Bi...' kata Ayana sambil mencium tangan abi Jun

'Waalaikusalam warohamtullahi wabarokatuh....' jawab Abi Jun

 'Abi mau kemana....?' tanya Ayana heran

'Ay...hari ini umi gak bisa ajari kamu masak yah.....hari ini abi sama umi mau antar Jun...' jawab abinya 

'Mau antar kemana Abi...?' tanya Ayana lagi

'Jun mau ta'aruf sama wanita pilihannya...ini umi lagi siap-siap...maaf ya Ay...hari ini kamu pulang dulu ya, besok umi pasti ajari kamu masak lagi....' kata Abi Jun.

Dan kata-kata abi Junior itu membuat hati Ayana sakit, dia menahan tangisnya dan dia menutupi sedihnya dengan senyumannya.

'Wah...bagitu abi...iya baiklah, Ay balik dulu ya Abi...ini, nitip buat Jun, tadi Ay masak buat dia...' kata Ayana

'Iya Ay...nanti abi sampaikan...'

'Ay pulang dulu ya bi...Assalamualaikum abi...' kata Ayana sambil menahan getaran suaranya

'Waalaikusalam warohamtullahi wabarokatuh....' jawab Abinya.

Ayana meninggalkan rumah Jun dengan semua kesedihan di hatinya, tak terasa air matanya mulai mengalir dan membasahi kedua pipinya. Sesampainya di rumah, Ayana langsung memasuki kamarnya dan berusaha menenangkan dirinya, dia berusaha tidak menangis lagi karena tidak ingin membuat orang tuannya khawatir. 30 menit kemudian, Ayana yang sedang menenangkan diri dengan merebahkan dirinya di tempat tidurnya dipanggil oleh umi nya. Ayana membuka pintu kamarnya, setelah dia membersihkan wajahnya dan membuat dia seolah-olah tidak apa-apa.

'Ada apa umi...?' tanya Ayana

'Ay...ada yang mau ta'aruf sama kamu, katanya kalau bisa langsung di khitbah....' kata uminya

Ayana mengerutkan dahinya, dan di dalam hatinya bergejolak karena dia sedang bersedih atas kejadian yang dia alami barusan, dan kegagalan dia dengan Saka juga, ini ada seseorang yang malah mau langsung melamarnya. Ayana keluar kamar dengan muka masamnya, berharap lelaki itu akan mengurunkan niatnya untuk melamarnya, karena jujur Ayana masih belum mau berkomitmen setelah apa yang dia lalui.

'Asslamualaikum Ay...' kata Jun dengan lembut.

Mata Ayana terbelak melihat Jun sekeluarga sudah duduk manis di ruang tamu rumahnya, abi dan umi Ayana pun terlihat tersenyum sumringah memandang Ayana yang masih shock dengan apa yang dia lihat saat ini.

'Wa..Waalaikumsalam...' jawab Ayana dengan terbata-bata

'Aku sekeluarga kesini mau melamar kamu Ay...apa kamu menerima lamaran aku...?' tanya Jun sambil berdiri dan berjalan mendekati Ayana

Ayana memundurkan langkahnya dan terus menatap heran ke arah Jun, dan Jun juga menghentikan langkahnya.

'Kamu....maksudnya...??' tanya Ayana masih dengan keadaan shock

'Aku mau meminta kamu buat jadi istri aku Ay...ini abi sama umi datang kesini mau melamar kamu...' jelas Jun

'Atas dasar apa kamu tiba-tiba mau melamar aku...?' tanya Ayana lagi

'Allah...karena Allah yang memberikan petunjuk kepadaku, dan karena dari dulu hati aku sudah memilih kamu Ay...' jawab Jun

Ayana tersipu mendengar penjelasan dari Jun yang membuat jantungnya semakin berdegup kencang.

'Oke...aku paham....tapi...sebentar...aku tenangin hati dulu ya...' kata Ayana sambil duduk di kursi depan umi dan abi Junior

'Oke...nih minum...' lanjut Jun sambil menyodorkan teh hangat untuk Ayana

Ayana memngambil teh dari tangan Jun dan meminumnya, dia mencoba menenangkan hatinya dan sebenarnya dia juga sudah menyiapkan jawaban dari lamaran Jun itu.

'Jadi gimana...? aku di terima tidak...?' tanya Jun sambil jongkok tepat di depan Ayana

'Dengan satu syarat...' kata Ayana sembari menaruh gelas tehnya di meja

'Apa...?' tanya Jun lagi sambil menatap mesra ke mata Ayana

'Kamu janji gak akan protes keasinan lagi kalau aku masak semur ayam...oke...' kata Ayana lalu diikuti tawa semua orang yang ada di ruangan itu

'Iya ya aku janji....' kata Jun dengan senyuman

'Janji ya...' kata Ayana sembari mengikat kelingking Jun dengan kelingkingnya

'Allhamdullilah....' kata semua orang di ruangan itu

Seminggu kemudian mereka akhirnya menikah, 15 tahun saling mengenal dan menjadikan mereka pasangan seumur hidup, insa Allah. Jun menggandeng Ayana yang sekarang sudah berstatus istrinya, mereka berjalan di pesisir pantai untuk bulan madunya. Mereka juga saling berpelukan sambil menatap matahari yang mulai tenggelam, Jun dengan mensra mengecup kening Ayana dan merekapun saling tersenyum lega dan juga bersiap menghadapi hidup mereka kedepannya yang pasti masih penuh misi yang harus di selesaikan setelah misi pertama untuk menemukan jodoh, dan sekarang misi untuk tetap menjaga jodoh itu sampai maut memisahkan.







Pernikahan yang sukses itu bukan saat aku menjalani hidup damai bersamamu istriku, melainkan saat aku tidak bisa hidup dengan damai tanpa mu. Junior La Ammar Bahsyir.



Sekian

Citrakim

Cerpen 2022

 Cerpen 2022 part 3



HEARTBEAT

Lorong rumah sakit pagi ini lumayan terlihat sepi, setelah pergulatan dengan virus selama 2 tahun terakhir ini, keadaan rumah sakit saat ini tergolong lebih lenggang dibanding 2 tahun lalu. 

'Dokter Gavin, pasien R23 sedang dalam keadaan kritis...' kata seorang wanita dengan menggenakan seragam suster pada umumnya

'Iya saya kesana...' jawab Gavin sambil bergegas menuju kamar 23 

Gavin Andreas, seorang dokter muda, usia 30 tahun dan ini tahun terakhir dia menjadi koas dan dia akan melanjutkan sekolah untuk spesialisnya. Gavin terkenal dengan keramahannya, dan yang pasti ketampanannya juga. Di negara ini memang good looking mempunyai previlage yang luar biasa, dan mereka juga akan mendapatkan perhatian khusus karena good lookingnya. Begitu pula dengan Gavin, dia memiliki senyum yang ramah, dan juga orangnya sangat ramah dengan siapapun. Banyak suster dan para dokter muda lainnya yang menaruh hati pada Gavin, namun selama 3 tahun Gavin bekerja di rumah sakit itu, dia tidak ada sekalipun terlibat cinta lokasi dengan siapapun disana. Gavin lebih suka menghabiskan waktu untuk bekerja dan juga untuk hari libur Gavin lebih memilih istirahat atau hanya sekedar main futsal untuk kesehatannya. Gavin terlihat tidak begitu tertarik dalam komitmen dengan lawan jenisnya, dia juga bukan tipe gay juga, dia hanya ingin menikmati masa single nya.

'Vin...weekend ke Redhouse yuk...' ajak Bram teman dokternya

'No...I don't have many time....' jawab Gavin sambil terus membolak-balik recam medis pasiennya

'Mau kemana siii...kok no time to party...?' tanya Bram yang masih memaksa temannya yang ansos (anti sosial) itu untuk ke club Redhouse

'Semedi...cari wangsit....biar cepet lulus gelar doktornya aku...hahahaha...' jawab Gavin sambil berlalu meninggalkan Bram yang terbelak matanya mendengar jawaban darinya.

Gavin memang tidak begitu tertarik dengan gemerlap dunia malam, dia lebih suka menghabiskan waktu dengan buku-bukunya, terkadang dia juga menghabiskan waktu untuk membuat sebuah lukisan. Hari itu Gavin tidak ada jadwal untuk jaga di rumah sakit, dia pulang ke apartemen nya malam itu. Jam 11 malam, Gavin sampai di apartemen nya, dia langsung menghangatkan makanan dan duduk di meja makan sambil melihat rekam medis pasien nya dari laptopnya. Rutinitas yang sama di setiap harinya, dan Gvin seolah sudah terbiasa dengan keadaan itu, dia juga terlihat menikmati kehidupan monotonnya itu.

Gavin membuka laci P3K nya, dan dia mendapati ada beberapa obat yang habis, karena dia masih belum tidur, dia memutuskan untuk pergi ke apotek 24 jam unttuk membeli beberapa obat yang habis di dalam kotak P3K nya, sembari dia menghirup udara di malam itu untuk menghilangkan rasa penatnya. Gavin sampai di apotek dengan berjalan kaki dari apartemen nya, dia juga tak lupa membeli kopi dari gerai kopi yang buka 24 jaam disana. Sesampainya di apotek, Gavin disambut oleh pemilik apotek yang kebetulan juga ayah dari teman Gavin yang sesama dokter di rumah sakit. Gavin memang sudah langganan di apotek itu sejak 3 tahun yang lalu, tepat saat dia pindah ke apartemen itu.

'Malam om.... ' sapa Gavin sambil duduk di depan meja konsultasi, tepat didepan pak Hendra, pemilik apotek sekaligus apoteker disana.

'Eh...ada dokter idol nih.....' kata pak Hendra disertai tertawa kecil

'Ih...apaan si om...' jawab Gavin malu

Dokter Idol adalah julukan untuk Gavin di rumah sakit tempat dia bekerja, mungkin karena wajah Gavin mirip dengan oppa-oppa korea yang sering muncul di drama, jadi kebanyakan orang memanggil Gavin dengan sebutan dokter Idol. Gavin sempat bercengkrama dengan pak Hendra lama, lalu kemudian pak Hendra meminta Gavin untuk menjagakan apoteknya sebentar karena dia mau ketoilet, ini di karenakan pegawainya juga masih di toilet belum kembali ke apotek. Untuk lokasi toilet memang terletak terpisah dari ruko apoteknya, namun tidak berjarak jauh dari sana, jadi Gavin mempersilahkan pak Hendra untuk ke sana dan Dia beralih ke meja konsultasi menggantikan pak Hendra.

Jam menunjukan pukul 01.25 WIB, jalanan masih tergolong rame malam itu, dan ada pula beberapa pelanggan yang berdatangan ke apotek untuk sekedar membeli obat atau minuman penyegar disana. Gavin melayani mereka semua dengan ramah, dan dia juga terlihat menikmati perannya saat ini. Tidak lama kemudian datang seorang wanita, dengan mini dress berwarna coklat tua, dibalut syal yang berwarna putih tulang yang menutupi area wajah bagian bawahnya. Rambutnya tertata rapi sebahu, badannya yang lansing serta penampilannya yang terlihat seperti habis dari sebuah pesta lengkap dengan heels dengan warna senada bajunya.

'Maaf...ada hemmmm itu....' kata wanita itu terlihat kebingungan.

'E...apa ya mbak...?' tanya Gavin yang tak kalah bingungnya juga

Wanita itu terlihat berhati-hati dalam berbicara, dia sesekali melihat kearah sekitar, dan mencoba menutupi wajahnya. Kondisi apotek yang sepi itu membuat dia memberanikan diri membuka sedikit penutup yang menutupi wajahnya.

'E...ada obat sakit perut gak mas...?' tanya wanita itu

'Sakit perut apa mbk...? diare kah?' tanya Gavin balik sembari melihat wajah wanita yang ada di depannya itu

Wanita itu kembali menoleh, seolah dia takut tertangkap oleh seseorang, dan Gavin memahami gestur yang sperti itu, tandanya wanita itu tidak dalam keadaan aman, karena dia terlihat ketakutan dan selalu melihat arah sekitarnya. Gavin keluar dari meja konsultasi dan berjalan mendekat ke arah wanita itu, lalu menyuruhnya duduk di bangku apotek yang di tutupi beberrapa rak, yang tidak memungkinkan wanita itu terlihat dari luar apotek. Disana Gavin memandang wanita berambut coklat gelap itu, dia bermata coklat, dan juga memiliki struktur bibir yang sexy, hidungnya yang mancung manambah kecantikannya. Gavin berusaha menenagkan wanita itu dan kembali menanyakan dia butuh obat apa.

'Kamu mau saya ambilkan obat dengan merk apa...?' tanya Gavin lagi, dan sekarang Gavin melihat wanita tadi terus memegang perut bagian bawahnya.

'E...aku gak tau merknya, pokoknya pereda rasa sakit dan nyeri...apa aja gak apa-apa...uhh..' jawab wanita tadi sambil terus meringis kesakitan dan memegang perutnya.

'Kamu lagi mestruasi kah..?' tabak Gavin

Wanita itu terbelak matanya, dan memandang mata Gavin dengan raut muka menahan rasa malunya, karena penjaga apotek seorang lelaki, jadi dia merasa malu membicarakan hal tersebut. Wanita dengan kulit kuning langsat itu mengangguk pelan, dan gavin tersenyum melihatnya. Gavin berjalan mendekati rak obat dan mengambil obat pereda nyeri haid, serta dia membawakan air hangat dari dispenser untuk wanita itu. Dengan arahan Gavin, dia meneguk obat itu, dan tersenyum kearah Gavin yang juga ikut tersenyum melihat wanita itu sudah meminum obatnya. 

'Berapa mas...?' tanya nya sambil beranjak dari tempat duduknya

'28 ribu rupiah, eh...' cegah Gavin 'Udah kamu duduk aja dulu, nunggu enakan perutnya baru jalan lagi...' lanjut Gavin sambil memegang lengan wanita itu dengan lembut dan membuatnya kembali duduk

'Makasih ya mas...' jawabnya dengan senyuman 'Ini uangnya, katanya sambil menyodorkan satu lembar 50 ribu kepada Gavin.

'Sebentar ya mbak...' jawab Gavin sambil kembali berjalan ke mesin kasir dan memberikan kembalian untuk wanita itu

Saat Gavin sampai di depan wanitua itu dia membawa hot pack untuk kompres perut wanita itu.

'Ini...dipakai aja mbak gak apa-apa...' kata Gavin sambil memberikan hot pack kepada wanita itu

'Ini....' tanyanya heran

'Ini untuk kompres supaya perut mbak tidak kram...' jawab Gavin lalu duduk di samping wanita itu.

Wanita itu memandang heran ke Gavin yang terlihat biasa saja saat bertemu dengannya, Gavin juga terlihat sangat cekatan dalam menanganinya, dia berbeda dengan pelayan apotek pada umumnya.

'E...sorry...kamu gak tau aku kah...?' tanyanya dengan heran

Sekarang giliran wajah Gavin yang terlihat bingung dengan pertanyaan dari wanita yang sedari tadi diam-diam di kaguminya. Gavin hanya menggelengkan kepalanya, tanda dia tidak mengenali wanita itu, dan ini adalah kali pertama dia bertemu dengannya.

'Seriously...??' tagasnya lagi

'Iya...apa kita pernah bertemu sebelumnya...?' tanya Gavin balik 'Kamu pasien aku kah..? atau keluarga kamu ada yang menjadi pasienku...?' tanya Gavin lagi

'Wait...kamu seorang dokter...?' tanyanya balik

'Iya aku dokter di rumah sakit itu...' jawab Gavin sambil menunjuk brosur di apotek yang ada nama rumah sakit tempat dia bekerja.

Wanita itu tertawa, seolah rasa sakit di perutnya yang tadi menghilang begitu saja.

'Kamu tidak pernah nonton TV...?' tanyanya lagi

Gavin menggelengkan kepalanya, dan dia lalu mengerutkan dahinya, pertanda dia semakin bingung dengan wanita ini. Gavin berfikir kalau mungkin wanita ini mabuk, dan ngomongnya mulai mengelantur kemana-mana.

'Kenalin, namaku Luna...Luna Laviana...' kata Luna sambil mengajukan tangannya untuk berjabat tangan dengan Gavin

'Gavin...Gavin Andreas...' jawab Gavin sambil menjabat tangan Luna dan mereka berdua saling melempar senyum satu sama lain.

Luna Laviana adalah seorang aktris yang lumayan terkenal, dan dia juga mantan model yang sudah go internasional, makanya dia berparas cantik dan juga bertubuh indah. Luna sendiri adalah salah satu artis yang jarang sekali terlibat skandal di sepanjang karir artisnya, dia lebih banyak menghasilkan prestasi ketimbang halusinasi. Gavin yang baru tau kalau Luna adalah seorang artis jadi memaklumi kalau sedari tadi Luna terlihat was-was dengan keadaan sekitarnya. Hal ini dikarenakan dia takut ada seseorang yang memergoki dia membeli obat disini, takutnya dijadikan berita miring dan lain-lain.

Semenjak kejadian itu, Luna dan Gavin sering mengobrol lewat telfon, dan sesekali bertemu di luar jadwal syuting Luna dan jadwal rumah sakit Gavin. Ada yang menarik dari Gavin, dimana dia selalu mengenakan arloji yang selalu menyala alarm nya di waktu tertentu. Ini memang merupakan sebuah pertanyaan, karena selama ini belum pernah ada yang menanyakan langsung ke Gavin kenapa jam itu berbunyi. Malam itu Luna berencana makan malam dengan Gavin, karena dia baru saja menyelesaikan syuting film layar lebarnya, sekalian dia kangen dengan Gavin. Mereka berdua sebenarnya belum memiliki komitmen satu sama lain, namun baik Gavin maupun Luna sudah paham betul kalau mereka saling tertarik satu sama lain.

Awalnya mereka akan bertemu langsung di tempat makan, namun karena Gavin masih menangani pasien yang tiba-tiba kambuh penyakitnya, makanya Luna memutuskan untuk menunggu di depan rumah sakit. Saat Gavin sudah selesai dengan jadwalnya, dia bergegas menemui Luna. Namun sayang saat Luna membuka mobilnya ada beberapa staff rumah sakit yang mengenalinya. Karena takut terjadi berita dan gosip yang tidak-tidak, jadi Gavin dan Luna memutuskan untuk berpisah dan berjalan sendiri-sendiri sampai restoran. Belum sampai situ kemalangan mereka berdua, sesampainya di restoran Gavin bertemu Bram dan beberapa staff rumah sakit lainnya. Dan Gavin baru ingat kalau hari itu Bram ulang tahun dan Bram juga mengundangnya ke acara makan-makan bersama beberapa staff yang off day hari itu termasuk Gavin.

Gavin dan Luna ke gap oleh Bram dan staff lainnya, mereka terkejut karena ternyata Gavin dan Luna sang bintang saling mengenal satu sama lain. Dan terpaksan mereka duduk bersama Bram dan yang lain-lain, sekalian memberi alibi untuk reporter nakal supaya tidak ada berita aneh-aneh tentang Luna yang jalan berdua dengan lelaki, karena sekarang mereka beramai-ramai. Walau raut kecewa di wajah mereka, namun mereka terpaksa bergabung dengan Bram dan para staff rumah sakit lainnya. Selama makan malan, Luna terlihat akrab dengan semua orang, walau jatuhnya mereka baru bertemu, dan memang kebanyakan staff disana adalah penggemar Luna. Lalu ada salah satu staff yang bernama Danu yang menyarankan untuk permainan truth or dare, dalam rangka merayakan ulang tahun dokter Bram. Awalnya Gavin menolak ikut, namun Luna memaksa dan meminta dengan nada manjanya ke Gavin, dan itu juga membuat beberapa orang disana jadi meyakini kalau ada sesuatu di antara mereka berdua. Dan Gavin pun akhirnya terpaksa ikut ke permainan itu.

Semua orang sangat menikmati permainan itu, dan tiba saatnya botol di putar, dan berhenti di arah Gavin, semua orang berteriak kegirangan. Karena sedari tadi hanya Gavin yang belum pernah kena, jadi mereka sangat bersemangat saat Gavin keluar jadi pemain selanjutnya.

'Dokter Gavin....yey...truth or dare dokter...??' tanya Danu dengan antusias

Gavin terlihat lemas karena dia kena permainan yang sebenarnya tidak ingin dia ikuti dari tadi, Gavin mencoba menyembunyikan wajah kesalnya, lalu matanya menatap ke arah Luna. Luna tersenyum senang karena Gavin kena hukuman.

'Truth...' jawab Gavin sambil terus mengunci pandangan dengan Luna

'Ohhhhh truth...oke dokter ambil satu kertas dari kotak, dan apapun tulisan disana dokter harus bercerita jujur ya...' Kata Danu sambil menyodorkan kotak yang berisi tumpukan kertas. 

Gavin mengambil satu lembar kertas, dan itu langsung di ambil Danu, dengan lantangnya Danu membacakan apa yang tertulis disana.

'First Love....' seru Danu

Disertai tepuk tangan dari para staff dan teman-teman dokter Gavin. Tiba-tiba mata Gavin jadi bergetar sesaat mendengar kata 'First Love' yang keluar dari mulut Danu. Luna yang sedari tadi bertatapan dengan Gavin juga ikut bergetar matanya karena melihat lelaki yang dia sukai muali merubah raut wajahnya. Gavin tertunduk diam sejenak, dan itu membuat keadaan menjadi awkward, dan tidak enak rasanya.

'E...dokter kalau keberatan bisa ganti dare kok...' kata Danu mencoba mencairkan suasana beku itu.

Gavin kembali menagangkat kepalanya, dan dia membenarkan cara duduknya sambil memegang arloji di tangan kirinya. Dia tersenyum dan lalu dia meminum air dari gelasnya.

'Oke aku akan ceritakan kisah cinta pertamaku...' kata Gavin kemudian yang disambut oleh riuh tepuk tangan dari semua orang termasuk Luna, yang terlihat tersenyum getir kearah Gavin

'Mungkin ceritaku akan agak lama, apa tidak apa-apa kalian mendengarnya...?' tanya Gavin lagi

'Udah cerita aja...kita siap nemenin sampek malam kok...' seru Bram antusias, karena jujur Bram juga penasaran dengan temannya itu.

[Hari itu musim hujan di tahun ketiga masa SMA ku, aku berlari mendekati sebuahtoko perkakas alat lukis, dan tidak sengaja aku melihatnya. Gadis itu berdiri di depan rak kuas air dengan membawa beberapa cat di tangannya. Sesekali dia memiringkan kepalanya untuk melihat ukuran kuas itu, dia juga membawa tas yang berisi peralatan lukis lainnya. Tak lama kemudian dia keluar toko dan berdiri disampingku, itu kali pertama kita bertemu dan entah kenapa aku merasa sangat hangat saat di dekatnya. Dia menawarkan minuman hangat yang sedari tadi dia bawa, kamipun mulai dekat. Dia berbeda sekolah denganku, namun aku memutuskan untuk ke sanggar lukis tempat dia berada, karena jujur aku ingin melihatnya sepanjang waktu yang aku bisa. Kami mulai dekat dan aku semakin menyadari kalau aku bagitu menyukainya, namun satu hal yang aku tidak tahu, kalau dia tidak bisa mencintaiku sama seperti aku mencintainya. Suatu hari aku menemukan vitamin yang selama ini dia konsumsi tertinggal di kelas seni, saat aku mau mengembalikannya dia sudah pulang dan terpaksa aku membawanya. Karena penasaran ini vitamin apa, aku beranikan bertanya kepada apoteker ayah dari teman sekelasku, dari beliau aku tahu kalau itu bukanlah sekedar vitamin biasa, melainkan obat untuk pereda nyeri yang di khususkan untuk penderita jantung. Jadi selama ini gadis yang aku sukai memiliki kelainan jantung, itulah kenapa dia tidak bisa menyukaiku, karena setiap jantungnya berdegup kencang saat bersamaku, saat itu pula di menahan rasa sakit yang luar biasa efek dari kelainan jantungnya. Dia juga diharuskan setiap beberapa jam sekali meminum obatnya, untuk mencegah serangan jantung secara tiba-tiba. Akhir musim hujan di bulan berikutnya aku mengantarkannya di tempat peristirahatan terakhirnya, dan selamanya dia tidak perlu lagi menahan rasa sakitnya lagi, dia sudah sembuh sekarang. End...itu cerita cinta pertamaku.]

Cerita Gavin panjang lebar, setelah mendengar cerita itu semua orang terdiam, dan ada beberapa yang menteskan air mata mendengar cerita Gavin. Luna juga terlihat berkaca-kaca mendengar cerita Gavin.

'Maka itu kamu mau jadi dokter bedah jantung Vin...??' tanya Bram sambil menepuk perlahan bahu Gavin

'Aku mau jadi dokter bukan melulu karena dia, tapi karena aku juga ingin menolong banyak orang...' jawab Gavin diplomatis

'Lalu arti alarm di arloji kamu itu apa..?' tanya Luna, yang membuat semua mata menuju ke Gavin, karena jujur semua orang ingin tau alasan Gavin memasang alarm di arlojinya itu.

Gavin tersenyum getir sambil memandang arloji di tangannya, dia mengingat senyum Yuna sang cinta pertamanya yang sudah pergi mendahuluinya.

'Ini adalah alarm jam minum obat Yuna...gadis yang aku suka dulu...' jawab Gavin

Mendengar jawaban Gavin semua orang menjadi terbelak matanya, dan Luna juga mengalami sakit dihatinya. Sekarang semua akan berubah saat mendengar alarm itu, pikiran semua orang yang ada di restoran itu akan mengingat kisah tragis Gavin bersama Yuna, cinta pertamanya.

Setelah makan malam itu, Gavin mengantar pulang Luna. Sepanjang perjalanan mereka berdua saling terdiam satu sama lain, keadaan saat itu terasa sangat dingin dan canggung. Sesampainya di depan apartemen Luna, Gavin menahan tangan Luna saat Luna mau keluar dari mobil Gavin.

'Lun...aku..' Gavin tidak bisa melanjutkan kata-katanya

Luna memandang mata Gavin yang terlihat bingung dengan apa yang harus dia lakukan saat ini, Luna mengerti kenapa lelaki yang dia cintai ini menjadi seperti itu. Luna mengenggam tangan Gavin dan menatap Gavin dengan penuh kasih sayang.

"Vin...selesaikan dulu perasaan kamu yang masih menggantung...aku akan menunggu kamu sampai kamu siap untuk bicara denganku....' Kata Luna 'Aku sayang sama kamu Vin...dan aku tahu sekarang hati kamu masih dalam keadaan galau, jadi aku akan nunggu kamu sampai kamu udah bisa menyeledaikan perasaan kamu dengan masa lalu kamu...' lanjut Luna

'Maafin aku Lun,...' kata Gavin

'It's oke...I'm oke...' kata Luna mencoba menenangkan Gavin

Padahal di dalam hati Luna bergejolak, dia juga sebenarnya bingung mau bagaimanaa, namun disisi lain dia tidak mau memaksa Gavin untuk menerima dia dan menyuruh Gavin melupakan luka masa lalunya. Walaupun sebenarnya Luna berharap Gavin bisa secepatnya move on dari masa lalunya itu.

Malam itu jadi malam terberat Gavin dan juga Luna, keesokan harinya Gavin medapatkan surat edaran kalau masa koasnya sudah berakhir dan dia diperbolehkan jika ingin berkuliah lagi, bahkan Gavin di biayai penuh oleh rumah sakit karena Gavin termasuk dokter terbaik disana. Kegalauan Gavin semakin bertambah, dia masih belum menyelesaikan masalah dengan Luna, dan sekarang timbul masalah beasiswa nya dimluar negeri.

'Aku rasa kamu harus selesaiin dulu masalah kamu sama Luna deh...' kata Bram memberi nasehat

'Aku juga berfikir begitu Bram...' jawab Gavin

'Vin...kamu gak mau kehilangan orang yang kamu sayang untuk kedua kalinya kan...??' tanya Bram lagi

Kata-kata Bram itu membuat Gavin menyadari kalau dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang lagi untuk kedua kalinya. Malam itu Gavin bersiap menemui Luna yang baru saja melakukan pemotretan, didalam perjalanan Gavin mendapat berita kalau Luna sedang menjalin hubungan dengan salah satu pemain film yang dia bintangi. Seketika itu Gavin menghentikan laju mobilnya dan dia menepi di bahu jalan sambil membaca berita yang dikirim Bram dari laman gosip. Rasa sakit menyelimuti hati Gavin, dia seakan tidak percaya kalau dia dua kali gagal mengungkapkan rasaa cintanya kepada orang yang dia sayang. Tak lama kemudian ada telfon dari rumah sakit karena ada pasien gawat darurat dan mengharuskan semua dokter standby di rumah sakit. Gavin memutar balik mobilnya menuju rumah sakit, ada pergolakan hati di dalam diri Gavin, namun misi menyelamatkan orang seperti sumpah dokter dia, yang harus dia dahulukan.

Kejadian itu membuat Gavin memforsir dirinya di kerjaan dan dia sama sekali tidak menyentuh handphonenya sama sekali. Dokter kepala rumah sakit yang juga merupakan dosen Gavin di universitas sebelumnya, mengatakan kalau deadline beasiswa besok siang jam 2. Sebelum jam itu Gavin harus sudah menandatangani perjanjian beasiswa dan menvgharuskan Gavin berangkat ke UK 2 hari kemudian. Karena kemelut di hatinya, hari itu juga Gavin menandatanginya, dai berencana pergi untuk melupakan semuanya, terbilang pengecut sih, namun itulah salah satu cara dia untuk menenangkan fikirannya.

Dua hari kemudian, dia persiapan pergi ke UK untuk kuliah nya, sebelum berangkat dia ke apartemen Luna, berharap dia bisa bertemu dengan Luna walau hanya sekejap saja. Gavin menunggu selama 2 jam lebih namun Luna tidak terlihat disana, dia juga sempat berdiri di depan pintu apartemen Luna, namun tidak ada Luna di sana. Gavin memutuskan untuk pergi meninggalkan kesedihan untuk kedua kalinya, saat Gavin pergi, mobil Luna terlihat memasuki apartemen. Dan untungnya Luna melihat mobil Gavin, spontan Luna meminta supirnya untuk mengejar mobil Gavin.

Luna berhasil menyusul Gavin, dan di tengah jalan menuju bandara Luna menghentikan mobil Gavin. Luna turun dari mobil dan berjalan ke arah mobil Gavin, dan Gavin pun juga turun dari mobil dan menghampiri Luna. Saat mereka berdua bertemu Gavin langsung memeluk Luna dengan hangat begitu pula Luna, dia memeluk erat Gavin.

'I love you Luna...' bisik Gavin di telinga Luna

Luna tidak menjawab, dia hanya memeluk erat tubuh Gavin seolah tidak mau melepaskan lelaki yang membuatnya sakit sekaligus bahagia itu.

'Aku benar-benar sudah berdamai dengan diriku, dan aku tahu kalau aku sangat menyayangi mu Lun...' kata Gavin sambil membelai rambut wanita yang dia cintai saat ini

'I know....I love you too...' jawab Luna dengan mata berkaca-kaca.

Mereka saling berpelukan dan di saksikan beberapa mobil yang berlalu lalang di jalan tol bandara saat itu. Gavin dan Luna berjalan menuju ruang boarding pass, karena Gavin harus tetap menuntut ilmunya, dan harus tetap menjadi dokter sperti apa yag Gavin cita-citakan. Gavin mengenggam erat tangan Luna yang sekarang berstatus kekasihnya. Karena sebenarnya berita Luna dengan aktor itu cuma hoax saja, tetapi karena jadwal Luna yang padat dia tidak bisa langsung memberi tahu Gavin. Dan kesalah pahaman mereka akhirnya terselesaikan.

'Aku bakalan jenguk kamu di UK kalau udah selesai syuting ini ya....' kata Luna sambil menyandarkan kepalanya di pundak Gavin

'Okai aku tunggu ya sayang...' kata Gavin sambil mencium kenung Luna

Mata Luna menatap pergelangan tangan Gavin, dan dia tidak menemukan arloji yang selama ini Gavin pakai. Gavin benar-benar sudah berdamai dengan rasa bersalah dan penyesalannya kepada Yuna, bukan berarti melupakan Yuna, namun Gavin sudah mengikhlaskan Yuna. Luna tersenyum melihatnya, lalu dia mengambil arloji digital dari tasnya dan memasangnya di pergelangan tangan Gavin.

'Sekarang kalau alarm nyata kamu harus telfon aku ya...janji....' kata Luna sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Gavin tersenyum melihat kekasihnya itu, dan Gavin mengkaitkan jari kelingkingnya menandakan kalau Gavin berjanji akan menepatinya. Luna memeluk erat Gavin seolah berat melepas lelakinya itu untuk pergi meninggalkannya.

'I love you....' kata Luna

'I love you too...' jawab Gavin sembari mengecup mesra bibir Luna.

Bandara yang ramai kala itu menjadi saksi kisah cinta mereka, baik Gavin dan Luna memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun mereka nampak sempurna jika berdua.






-Kamu adalah bintang dan juga hujan untukku, yang selalu bersinar seperti bintang, dan juga memberi kehangatan seperti hujan- Gavin



Sekian~~

CitraKim

Minggu, 16 Oktober 2022

Cerpen 2022

 Cerpen 2022, part 2



Malaikat Putih tak Bersayap

Mungkin dunia ini masih banyak tingkat rasisme diantara manusia-manusianya, dan memang hal tersebut di anggap lumrah oleh sebagian orang. Tidak berbeda dengan cerita kali ini, seseorang yang selalu di pandang sebelah mata karena kekurangannya, dan kebanyakan orang lainnya tidak mau memperhatikan dan menghormatinya sebagai sesama manusia lainnya. 

Deviano Cassano, seorang siswa kelas dua SMA negeri di kotanya, dia bersekolah di SMA yang bisa di bilang elite di kotanya, karena kedua orang tuanya yang masih ada keturunan Italy itu termasuk golongan pengusaha sukses di kota itu. Deviano yang akrab di panggil Dev merupakan anak kedua dari pasangan Indo-Italy, kakak Dev sudah bekerja di salah satu firma hukum di kota itu, kakak Dev merupakan pengacara yang lumayan terkenal. Jarak umurnya dengan kakaknya cukup jauh sekitar 10 tahun, namun itu tidak membatasi kedekatan dia dengan kakak perempuannya itu.

Walaupun Dev anak orang kaya, namun dia tidak luput dari pembullyan di sekolahnya, hampir tiap hari dia menjadi bahan siksaan beberapa temannya di kelas. Shane salah satunya, dia merupakan ketua kelas di kelas Dev, akan tetapi Shan bukanlah ketua kelas yang baik, dia terpilih menjadi ketua karena jujur semua murid di kelas itu takut padanya.

'Hey...bule...ngapain lo di sini, sana balik ke negara lo...gak guna banget jadi orang...sakit mata tau liat lo...' kata Shane sambil memukul bagian belakang kepala Dev menggunakan buku tulis.

Hal seperti itu sudah sering terjadi, dan hampir setiap hari Dev mendapatkan bully an secara fisik maupun verbal. Dev hanya diam dan dia kembali ketempat duduknya, dia berusaha tenang dan tidak membuat kegaduhan apapun dikelas. Dia selalu merasa kehadirannya di kelas selalu tidak terlihat oleh teman-temannya dikelas, dia selalu merasa dirinya transparan dimanapun dia berada.

'Kamu apaan sih Shane....??' tegur Lolly teman sekelas Dev

Lollita Vanessa, dia satu-satunya teman yang sadar akan keberadaan Dev, dan Lolly lah yang selama ini selalu berada di samping Dev.

'Aduh...Lolly sayang....kamu jangan marah-marah dong...masih pagi ini...' kata Shane seraya merangkul bahu Lolly

'Apaan sih sayang-sayang....??' elak Lolly sambil melepas pelukan dari Shane dan berjalan mendekati Dev

Lolly adalah seorang model, ibu Lolly merupakan salah satu artis terkenal di Indonesia, jadi Lolly merupakan salah satu gadis dengan paras yang sangat cantik, mirip ibunya. Dia juga sangat terkenal di sekolah, tidak jarang para lelaki terpikat dengan parasnya yang cantik. Tidak terkecuali Shane, dan Dev pastinya, namun Lolly sama sekali tidak peduli dengan Shane, kalau dengan Dev, Lolly sangat loyal dan baik.

'Kamu gak apa-apa Dev..? tanya Lolly sambil memegang bahu Dev.

'Gak apa-apa kok Li...' jawab Dev dengan malu-malu dan sembari membenarkan kacamatanya.

'Udah jangan di dengerin omongan Shane ya...dia lagi kumat tuh...' timpal Lolly lagi

Shane yang melihatnya menjadi sangat murka dengan kedekatan mereka berdua, mata Shane tidak berhenti menatap Dev dengan penuh amarah. Jam istirahat sudah berdering, Dev berjalan di pinggir lorong sekolahnya, yang saat itu di penuhi anak-anak yang sedang beristirahat, ada yang ngobrol di depan kelas, ada yang memainkan beberapa alat musik seperti gitar di teras kelas dan masih banyak lagi. Dev hanya merasa dia berjalan di ruang yang hampa, dimana tidak ada satupun orang yang perhatian dengannya, menyapa atau hanya sekedar melihatnya. Langkahnya terhenti di sebuah mading sekolah, disana ada pengumuman lomba karya ilmiah tingkat sekolah SMA. Dev yang memang menyukai hal-hal berbau ilmiah itu tergerak hatinya dan dia ingin mendaftar ke acara itu. Dia ingin menghasilkan sesuatu sebelum dia meninggalkan sekolah ini, setidaknya masa SMA dia bisa di lalui sama seperti anak pada umumnya.

Dev berjalan menuju ruang duru untuk mendaftar karya ilmiah, langkahnya terhenti di depan ruang guru, saat dia melihat Damora, salah satu siswi pintar disekolahnya yang merupakan saingan Dev juga di pelajaran juga mendaftar ke acara karya ilmiah itu. Dev sempat menciut nyalinya karena melihat Damora atau yang sering disapa Mora itu. Namun Dev berusaha tenang dan kembali melangkahkan kakinya mendekati meja pendaftaran, sebelumnya dia berpapasan dengan Mora, dan Mora menatap dengan tatapan intimidasi kepada Dev. 

'Yakin mau lawan gue..??' kata Mora dengan tatapan intimidasinya.

Dev hanya terdiam, dan dia kembali berjalan kearah meja pendaftaran, dan disana sudah apa Pak Yudha selaku guru Biologi di sekolahnya sekaligus salah satu panitia lomba karya ilmiah.

'Kamu mau daftar juga Dev...?' tanya pak Yudha sambil memperhatikan Dev yang terlihat ragu-ragu untuk datang ke mejanya

'Iya pak...' jawab Dev dengan nada pelan

'Iya udah ini...isi formulirnya dulu ya....' kata pak Yudha sambil memberikan selembak kertas formulir untuk diisi Dev

Dev berjalan maju dan duduk di depan pak Yudha, dia mengisi formulir yang diberikan oleh gurunya itu dengan tenang. Pak Yuhda melihat sekelilingnya, dimana banyak para guru yang bergumam meremehkan Deviano, dan pak Yudha hanya bisa menghela nafas panjangnya.

'Dev...ini satu bulan ya waktu kamu buat karya ilmiah ini...tanggal 15 bulan depan harus siap presentasi ya..dan jangan lupa contoh dari karya kamu di bawa juga, bisa dalam bentuk gambar atau video, atau hasilnya kamu bawa sekalian ya...proses buatnya juga harus di sertakan video ya...' kata Pak Yudha menjelaskan tata cara karya ilmiah itu.

'Iya pak saya paham...saya akan selesaikan sebelum tengat waktunya pak, terima kasih pak..' jawab Dev sembari memberikan formulir yang sudah dia isi lengkap

'Semangat ya Dev...jangan dengarkan orang lain berbicara tentang kamu...bapak yakin kamu bisa...' kata pak Yudha menyemangati Dev.

'Iya pak terima kasih...' jawab Dev di sertai senyuman di bibirnya

Dev berjalan meninggalkan ruang guru, dan dari belakang tiba-tiba Lolly menghampirinya sambil membawa sebotol minuman teh kesukaan Dev.

'Dev...kamu ikutan lomba karya ilmiah ya...??' tanya Lolly sambil memberikan minuman ke Dev

'Iya Li...; jawab Dev sembari mengambil minuman dari tangan gadis yang sebenarnya dia suka itu

'Wah...semangat ya Dev...Ray juga ikutan sih...walaupun aku tau dia gak sepinter kamu hahahaha...' kata Lolly sambil tertawa kecil di samping Dev yang sedari tadi berusaha menjaga pandangannya kepada gadis yang diam-diam dia kagumi itu.

Rayan, atau Ray sapaan akrabnya, dia adalah kekasih Lolly. Ray dan Lolly berbeda kelas, dan Ray terkenal dengan ketampanannya, namun untuk masalah pelajaran dia biasa saja. Ray juga salah satu kapten tin voly di sekolah Lolly dan juga Dev, Ray terkenal ramah juga baik, walaupun sebenarnya Ray juga kurang sreg jika harus berteman dengan Dev, Rayan hanya bersikap sewajarnya saja saat bersama Dev dan berulang kali juga Ray menyarankan Lolly untuk tidak begitu dekat dengan Dev.

'Beib...' panggil Ray tiba-tida sudah berada di depan Dev dan Lolly

'Hai....' sapa Lolly sumringah melihat kekasihnya.

'Yuk ke kantin...buruan mau bel masuk soalnya...' ajak Ray tanpa mengindahkan Dev sedikitpun.

'Oke oke....' kata Lolly sambil beranjak meninggalkan Dev 'Duluan ya Dev...sampai ketemu di kelas..' kata Lolly sembari mengkaitkan tangannya ke lengan Rayan

Ray hanya memandang biasa ke arah Dev dan pergi melenggang bersama Lolly, Dev hanya melihat dengan pandangan getir kearah mereka berdua. Dev merasa dirinya sungguh tidak berarti apa-apa disini, dia hanya bisa meratapi nasib dan juga terus mengeluh dengan Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. 

Tak terasa kurang 10 hari lagi lomba karya ilmiah itu dimulai, semua peserta pada sibuk menyelesaikan tugas lomba mereka masing-masing. Dev terlihat masih duduk di salah satu kursi dalam perpustakaan. Dia masih membaca beberapa buku dan terus mengetik di laptop kecilnya sambil terus fokus untuk menyelesaikan karya ilmiahnya. Pandangannya sedikit teralihkan saat Lolly duduk di depannya dengan wajah murungnya, Dev memiringkan laptopnya dan mencoba memahami apa yang sedang terjadi dengan teman satu-satunya ini.

'Kamu kenapa Li...?' tanya Dev pelan karena sedang di dalam perpustakaan.

'Ray cuekin aku...dia sibuk banget bikin karya ilmiah...sampai-sampai dia lupa kalau ada janji nonton sama aku, mana aku udah beli tiket lagi...sebel...' gerutu Lolly yang suaranya membuat seisi perpustakaan memandangnya.

'Settttt...' kata salah satu penjaga perpustakaan sambil mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya.

Dev yang paham akan isyarat itu, langsung menutup laptopnya dan mengajak Lolly untuk keliar dari perpustakaan. Mereka berdua berjalan menuju kantin sekolah dan duduk di salah satu bangku disana, Lolly melanjutkan cerita dan Dev mendengarkan dengan seksama sambil memandang wajah cantik Lolly yang selalu membuatnya tenang. Pada akhirnya Dev memutuskan menemani Lolly menonton, karena Dev merasa kasihan dengan Lolly yang uring-uringkan perkara Ray sibuk dengan karya ilmiah. Walaupun sebenarnya Dev juga belum 100% menyelesaikan karya ilmiahnya, namun dia berfikir kapan lagi bisa nonton bersama gadis yang sangat dia sayangi itu.

Sore itu Dev dan Lolly berjanji bertemu di bioskop, Dev sudah datang duluan dan dia juga sudah menyiapkan popcorn, karena tiket ada di Lolly. Namun alangkah terkejutnya Dev saat melihat Lolly berja;an ke arahnya dengan bergandengan mesra bersama Rayan.

'Dev......' sapa Lolly sambil melambaikan tangannya

Muka Rayan yang terlihat cuek membuat Dev menjadi sungkan berada di tengah-tengah mereka berdua, Dev berusaha tersenyum menahan kekecewaannya.

'Dev...Rayan ternyata bisa nemenin nonton aku....tapi tenang aja...aku udah beliin tiket juga buat kamu kok...sorry ya gak kabari lebih awal, soalnya Ray mendadak siii...' kata Lolly menjelaskan situasi saat ini

'Oh..iya gak apa-apa kok Li...' jawab Dev getir

'Kamu udah beli popcorn Dev..??' tanya Lolly sambil fokus melihat popcorn di tangan Dev

'Iya...ini rasa kesukaan kamu...' jawab Dev sembari memberikan sekotak popcorn kepada Lolly

'Ihhh thak you Dev....yuk masuk....' ajak Lolly sambil membawa popcorn dari Dev

Mereka bertiga memasuki bioskop beriringan, dan Dev masih merasa tidak enak dengan keadaan ini, tapi disisi lain dia juga tidak ingin kehilangan moment bersama Lolly, walaupun Lolly saat ini bersama Rayan kekasihnya. Di dalam bioskop Dev duduk terpisah cukup jauh dengan Lolly dan Ray, dan disana rasa kecewa Dev semakin bertambah. Setelah film usai, Dev ke toilet bersama Ray, disna Ray mengajak Dev berbicara empat mata.

'Aku tahu kamu suka sama Lolly, dan sebenernya aku juga gak peduli juga karena aku tahu Lolly gak bakalan suka sama kamu...dia sebenarnya hanya kasihan saja sama kamu yang gak punya teman dan berjiwa lemah...' kata Rayan mengintimidasi Dev

Dev hanya terdiam mendengar kata-kata Rayan, yang sangat menyakiti hatinya, Rayan tidak berkata apa-apa pun hati Dev sudah sakit dengan cukup melihat Lolly bersamanya. 

'Jadi aku ingetin lagi ke kamu, kalau Lolly punya aku dan sampai kapanpun akan tetap begitu, kamu jika di beri kebaikan Lolly dan perhatian Lolly jangan ngelunjak ya Dev...kamu cukup diam saja dan jadilah transparan seperti biasanya, mengerti...' kata Ray sambil berlalu meninggalkan Dev

Dev terpaku mendengar kata-kata Rayan barusan, dia sungguh sangat sakit hati dengan apa yang Rayan katakan barusan. Setelah keluar dari toilet Dev melihat Rayan dan Lolly yang sudah menunggunya, Rayan berdiri di samping Lolly sambil merangkul bahu gadis cantik bermata coklat itu.

'Yuk Dev kita makan dulu...' ajak Lolly

Mata Ray dan Dev bertemu, dan Rayan melalui matanya seolah menyuruh Dev untuk tidak mengikuti mereka lagi. Dev yang paham akan hal itu pun langsung tersenyum kepada Lolly dan menolak dengan sopan ajakan Lolly.

'Sorry Li...aku kayaknya gak bisa ikutan, aku ada janji sama kakakku buat nyari buku di toko buku...maaf ya..mungkin nect time lah kita makan bareng...' kata Dev dengan sopan

'Ohhh begitu...kamu mau ketemuan sama Kak Nayla ya...?' tanya Lolly

'Iya...kakak mau otw kesini...maaf ya...makasih hari ini aku udah di ajak nonton...' kata Dev lagi

'Oke deh kalau gitu...salam ke kak Nayla ya...see you on school....' kata Lolly kemudian sambil berjalan meninggalkan Dev yang masih terpaku melihat Ray dan Lolly bejrajalan mejauhi nya.

Hati Dev sangat sedih sekali hari itu, dia merasa apa yang dia lakukan sia-sia selama ini, nampaknya Tuhan tidak pernah menyayanginya, hidupnya yang selalu merana, dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau seperti anak-anak pada umumnya. Semenjak kecil dia selalu berbeda dengan anak pada umumnya, walaupun orang tua kaya akan tetapi hidup Dev tidaklah sebahagia anak-anak orang kaya pada umumnya.

Pagi itu Dev berangkat ke sekolah bersama kakaknya, Nayla. Di tengah perjalanan dia melihat Ray yang baru saya mengalami kecelakaan. Dia melihat motor sport Ray yang hancur bagian depannya, dan dia juga melihat Ray yang menahan sakit di bagian kakinya. Dev spontan meminta kakaknya untuk menepi dan dia turun dari mobil kakaknya. Dev membawa Rayan ke rumah sakit dan menemani nya di dalam rumah sakit, sampai kak Nayla pun memintakan ijin mereka berdua ke sekolah, dan pihak sekolahpun mengijinkannya.

Dev menemani Ray yang harus menjalani operasi di kakinya, akibat kecelakaan itu Ray mengalami patah tulang di bagian kaki. Dan untungnya masih bisa di selamatkan karena Dev bergegas membawanya ke rumah sakit. Setelah operasi Rayan masih belum sadarkan diri, karena kepala dia juga terluka namun tidaklah parah. Dev menemani Rayan di ruang ICu rumah sakit, sampai keluarga Rayan datang ke rumah sakit bersama Lolly, kekasih Rayan.

Lolly terlihat sangat cemas melihat keadaan Rayan yang terbaring lemah dengan gips di kaki dan juga perban di area kepalanya. Lolly tak hentinya menangis sambil memeluk ibu Rayan yang juga menangis bersama Lolly. Dev berusaha menenangkan Lolly, dan ibu Rayan berkali-kali mengucap terima kasih ke Dev atas bantuannya membawa Rayan ke rumah sakit. Tak beberapa lama kemudian Rayan terbangun, dan dia melihat kearah sekelilingnya, dia juga melihat Dev yang berdiri tidak jauh dari dia berbaring. Rayan saat ini sudah di kamar biasa bukan di ICU lagi, dia sudah 8 jam tidak sadarkan diri pasca operasi kaki yang dia alami. Rayan melihat kearah Dev, wajahnya menunjukan sara bersalah karena kemarin sudah mengintimidasi Dev dengan kata-kata nya. Dev tersenyum lega melihat Rayan yang sudah sadarkan diri, setelahnya Dev meninggalkan kammar Rayan dan berjalan pergi.

Hari ini lomba karya ilmiah di mulai, semua peserta mengumpulkan materi dan juga satu per satu mulai mempresentasikan riset yang mereka kerjakan sema kurang lebih 1 bulan itu. Mora terlihat panik, karena laptopnya susah dibuka, dan data semua ada di sana. Mora merupakan salah satu saingan dari Dev, Dev melihat Mora kebingungan dan tidak ada satupun yang menolongnya. Dev mendekat kearah Mora.

'Kenapa Ra laptopnya..?' tanya Dev

Mora beranjak menatam tajam ke arah Dev, dia mengerutkan keningnya melihat laki-laki yang sangat dia benci itu berada di sampingnya.

'Ngapain lo nanya-nanya...' bentak Mora

Dev terhenyak mendengar bentak an Mora, namun dia berusaha tetap tenang dan mendekat lagi ke arah Mora yang masih bergelut dengan laptopnya.

'Sini aku bantu Ra...kalau kamu mau...' kata Dev lagi

'Kamu mau ngerusak karya ilmiahku ya....sok sok an banget siii...' jawab Mora dengan nada tinggi 'Seneng kan kamu sekarang kalau aku gak bisa tampil kedepan...?' kata Mora lagi dengan emosi.

Dev menghela nafas, dan dia masih berdiri disana, dia tidak bergeming sekalipun walaupun Mora sudah mengusirnya.

Pada akhirnya Mora menyerah, dan dia tertunduk lemas, karena sebentar lagi namanya di panggil sesuai urutan pendaftaran karya ilmiah. Mora menagis sejadinya mendapati laptopnya tidak bisa di gunakan dan dia tidak punya cadangan di tempat lain untuk karya ilmiahnya. Dev berjalan mendekati laptop Mora dan mencoba memperbaikinya, Dev juga berusaha mengembalikan file karya ilmiah Mora yang terkena virus dari leptopnya. Beberapa menit kemudian dia berhasil mengembalikan keadaan laptop Mora, Mora mulai tersenyum sumringah melihat Dev yang berhasil mengembalikan laptopnya kembali semula. Dia juga berterimakasih kepada Dev, dan dia merasa bersalah sudah membentaknya tadi. Mora bersiap ke atas panggung untuk mempresentasikan karya ilmiahnya. Dev melihatnya dari bawah panggung, dan tanpa dia sadari Dev tersenyum melihat Mora berhasil membawakan presentasi karya ilmiahnya dengan baik.

Inilah Dev, dia sangat baik, walau tersakiti dan tidak pernah dianggap namun dia selalu baik kepada siapapun. Dev mungkin membeci dirinya sendiri karena berbeda dengan yang lainnya, namun dia sama sekali tidak pernah membenci orang disekitarnya, Dev sendiri berhasil membawakan presentasinya dengan baik dan keluar sebagai juara ke tiga, dan Dev juga cukup puas dengan hasil itu. Mora muncul sebagai pemenang pertama, karena memang dia sangat pintar dan juga karay ilmiah yang dia teliti sangat bagus, makanya dia keluar sebagai pemenang, walaupun sifat tempernya yang sangat tidak menyenangkan tapi Mora pada dasarnya gadis yang pintar.

'Thank you Dev...sorry ya tadi udah bentak kamu...' kata Mora sambil menjabat tangan Dev setelah turun dari podium untuk menerima hadiah

'Iya Ra gak apa-apa kok...selamat ya Ra...karya ilmiah kamu bagus...' kata Dev sambil mengacungkan ibu jarinya 

Mora tersenyum melihatnya, dan merekapun akhirnya berbaikan. Semenjak kejadian itu Mora tidak pernah sinis lagi terhadap Dev, dan terkadang mereka terlihat memecahkan soal pelajaran bersama. Sedikit demi sedikit doa Dev terjawab, dia mulai memiliki teman di sekolahnya. Rayan juga sudah berangsunr membaik, dan sekarang Ray lebih memperhatikan Dev, dia juga sering menyapa Dev sekarang, sikap Rayan juga sudah berubah tidak sedingin dulu lagi terhadap Dev.

Sekarang tinggal Shane, dia tetap membully Dev da tetap memperlakukan Dev seperti mahkluk tak kasat mata yang seenak jidatnya di bully. Hari itu Dev berangkat sekolah seperti biasanya, namun tiba-tiba Shane menyirapnya dengan tinta cumi-cumi yang membuat seragam dan badan Dev bagian atas menghitam dan bau.

'Nah...gini kan jadi keliatan...dasar albino....' kata Shane sambil berlalu meninggalkan Dev yang sekujur tubuhnya di penuhi tinta cumi.

Rayan melihat kejadian itu langsung membawa Dev ke kamar mandi dan menolongnya, Rayan juga memberikan seragamnya yang ada di loker sekolah untuk Dev. Mereka berdua lalu duduk di koridor sekolah, karena mereka berdua sudah terlambat mau masuk kelas, pasti mereka di suruh keluar sama guru di kelas.

'Makasih ya Ray...' kata Dev dengan senyuman

Rayan memandang iba dengan Dev, dan dia juga geram dengan sikap Shane yang keterlaluan itu, sitiap hari selalu mencari gara-gara dengan Dev.

'Kenapa kamu diam aja sih Dev...kenapa gak lapor gitu ke guru atau kepolisi sekalian kan kakak kamu pengacara...?' kata Rayan geram.

'Percuma Ray...' jawab Dev sembari mengusap rambutnya yang masih bsah dengan handuk kecil milik Rayan 'Aku gak mau bikin keluargaku khawatir, dan aku juga gak mau memperpanjang masalah, jadi diam saja sudah cukup, karena ini tidak lama kok,,,kan bentar lagi aku lulus dan gak perlu lagi menghadapi Shane...' jawab Dev kemudian

Rayan hanya menatap iba ke arah Dev yang mungkin Rayan merasa kalau Dev sudah menyerah dengan hidupnya. Rayan dan Dev masuk kekelas sesaat setelah pergantian jam dimulai, mereka masuk kek kelas masing-masing. Siang itu Rayan, Lolly, Dev dan juga Mora berencana mau makan di restoran milik mamanya Mora, karena hari itu Mora berulang tahun. Rayan, Lolly dan Dev semobil, hari itu Lolly yang menyetir, karena kaki Rayan masih dalam masa penyembuhan jadi dia tidak bisa menyetir mobil, Rayan duduk di jok belakang sedangkan Dev di depan bersama Lolly di bagian kemudi. Mora sudah duluan pulang karena dia akan mempersiapkan segala hal. Sesampainya disana, mereka bertiga disambut hangat oleh ibu Mora dan juga Mora pastinya. Beberapa detik ibu Mora sedikit kaget dengan penampakan Dev, Dev memang meiliki kelainan pigmen kulit, sedari kecil dia albino. Kulitnya berwarna putih, bahkan rambut dan alis juga berwarna putih, itulah kenapa dia selalu berbeda dengan anak-anak lainnya, dia tidak pernah bisa diterima baik karena kelainan warna kulitnya itu.

Setelah merayakan ulang tahun Mora, mereka bertiga berpamitan pulang kepada Mora beserta keluarga Mora. Sebelum pulang Dev mampir ke mini market depan restoran ibunya Mora untuk membeli beberapa barang. Disana dia bertemu dengan Shane yang waktu itu juga berada di mini market tersebut. Melihat Dev, Shane langsung membully nya, dengan menjegal Dev sampai terjatuh, lalu dia tertawa puas. Dev tidak membalas, dan dia lalu beranjak meninggalkan Shane...

'Dasar freak...albino babi...' kata Shane kasar

Dev berjalan keluar mini market sambil menahan rasa sakit di dadanya, di seberang jalan dia melihat Ray dan Lolly sedang berpelukan mesra sambil mengobrol dengan Mora. Hati Dev bertambah sakit, dia masih berharap bisa mendapatkan sedikit cinta dari Lolly, namun dia juga sadar kalau Rayan lebih pantas untuk Lolly. Saat Dev ingin menyabrang, dia melihat adik Shane yang turun dari mobil dan berlari ke bahu jalan untuk menganbil mainannya yang terjatuh. Adik Shane masih duduk di bangku SMP dan kala itu Shane sedang bersama adiknya, dia tidak tahu adiknya keluar mobil dan berlari kearah jalan raya, karena Shane masih berada di mini market. 

Dan dari arah berlawanan ada sebuah truk pasir yang melaju cukup kencang, spontan Dev berteriak dan berlari menyelamatkan adik Shane. Tubuh Dev terplanting jauh, yang membuat Rayan, Lolly dan juga Mora berteriak histeris melihatnya. Shane yang keluar dari mini market juga kaget melihat kejadian yang terjaddi di depan mata, apalagi itu menimpa adiknya. Rayan berlari dengan pincang kearah tubuh Dev yang berlumur darah. Tubuh putih itu sekarang berubah menjadi merah, Lolly sibuk menelfon ambulance dan beberapa orang berusaha membantu Ray membopong Dev. Adik Shane selamat, dan masih berada di bahu jalan, Shane terpaku melihaat kejadian itu, dia melihat sendiri kalau orang yang selama ini dia bully menyerahkan nyawanya untuk menyelamatkan adiknya. Padahal bisa saja Dev tidak menghiraukan hal itu dan memilih membiarkan adik Shane tertabrak truk, namum Dev tidak seperti itu, dia sungguh berhati malaikat.

Tubuh sekarat Dev dilarikan ke rumah sakit, namun beberapa jam kemudian Dev menghembuskan nafas terakhirnya. Semua teman-temannya menagis mendengar kabar itu, termasuk Shane yang benar-benar akan merasa bersalah di seumur hidupnya karena dia belum sempat meminta maaf kepada Dev. Dev berpulang dengan tenang, walaupun keluarganya sangat ter[ukul dengan kejadian ini, apalagi kak Nayla yang sangat menyayangi adiknya itu. Setelah pemakaman, Rayan masih berada di makam Dev bersama Lolly, Mora dan juga Shane...

'Kamu sudah tenang sekarang Dev...gak ada yang mengganggu kamu lagi, gak ada tatapan orang yang sinis ke kamu, mungkin ini yang kamu katakan ke aku kemarin. Kamu bilang kamu akan lulus sebentar lagi dan kamu juga sudah tidak akan merasakan sakit hati...semoga kamu bahagia disana Dev...terima kasih sudah menjadi teman yang baik buat kami, kami janjji akan selalu mengingat kamu dan mendoakan kamu...' kata Rayan sembari membelai nisan Dev

'Dev, maafkan aku...aku benar-benar minta maaf...' kata Shane sambil bersimpuh di makam Dev.

Deviano Cassao, sudah pergi dengan tenang, hatinya yang tulus menjadikan dia seputih kulitnya, walaupun dia berbeda dari manusia pada umumnya, namun Dev tetaplah mahkluk Tuhan dengan kesempurnaan versinya. Sekarang dia benar-benar malaikat dengan sayap putihnya, dia terbang membawa perbedaannya dan meningkalkan segala kebaikannya untuk dikenang setiap orang yang mengenalnya. Seorang albino juga manusia, mereka juga memiliki perasaan, warna kulit saja yang berbeda namun mereka tetap sama seperti kita semua yang bisa terluka, menangis dan juga bahagia. Selamat jalan Deviano Cassano, semoga kebaikanmu akan menjadi pemberat amalmu di akherat.




'Selamat tinggal duniaku, aku akan terbang sekarang dengan sayapku, dulu aku tidak bersayap namun sekarang aku sudah memiliki sayap. Aku akan menuju dunia keabadian, dimana tidak ada perbedaan dan juga pendiskriminasian disana, sampai jumpa...' Deviano Cassano.




Sekian~~~

CitraKim19